Permasalahan Tanah Absentee
Pakar Lingkungan Dr Elvriadi Ingatkan BPN Dalam Terbitkan SHM dan HGU; Jangan Main Api
Ket. Poto : Pakar lingkungan Dr. Elvriadi, M.Si kembali diminta menjadi saksi ahli di pengadilan Pekanbaru
Pekanbaru, Satuju.com - Pakar lingkungan Dr. Elvriadi, M.Si kembali diminta menjadi saksi ahli di pengadilan Pekanbaru dalam perkara gugatan perbuatan melawan hukum dengan nomor perkara 148/Pdt.G/2021/PN Pbr antara penggugat Rosmawati Siagian dan tergugat Loly Manalu dan turut tergugat 1 Berliana Siregar/Maria Tambunan, turut tergugat 2 Laurensia Emilia.
Pada persidangan tersebut terkuak bahwa permasalahan tanah absen sangat banyak terjadi di Provinsi Riau.
Dr. Elvriadi, M.Si menjelaskan, yang dikatakan tanah absensi diatur dalam undang-undang nomor 5 tahun 1960 Tentang Pokok Pokok Agraria. Absentee berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 224 tahun 1961 yang melarang kepemilikan tanah tersebut. Ketentuan tersebut melarang kepemilikan tanah oleh orang yang bertempat tinggal di luar kecamatan tempat letak tanah tersebut.
"Tanah Absentee adalah tanah pertanian, perkebunan dan sejenisnya yang dibeli oleh orang dengan jarak yang jauh diluar kecamatan, bahkan luar provinsi, bahkan luar indonesia, kemudian tanah itu tidak berfungsi secara sosial bagi masyarakat tempatan," kata Dr. Elvriadi saat diwawancarai kepada awak media, Rabu (29/12/2021).
Elvriadi menjelaskan, Dalam Aturan yang ditetapkan negara Indonesia, tanah itu punya fungsi sosial, fungsi produktifitas bagi petani tempatan manfaat sosial untuk menghidupkan ekonomi masyarakat lokal.
Ia menambahkan Dalam beberapa kasus, terjadinya konflik antara masyarakat dengan pihak korporasi disebabkan oleh permasalahan tanah absentee, dimana tanah yang sebelumnya di kelola oleh pihak korporasi, setelah izin nya habis, kemudian tanah tersebut ditinggal begitu saja oleh pemiliknya.
Akibat dibiarkan dan ditelantarkan begitu saja hingga menjadi hutan kembali, oleh masyarakat tanah tersebut dikelola hingga memberikan manfaat ekonomi, namun oleh pihak korporasi yang merasa memiliki izin HGU mengambil tanah yang sudah di kelola oleh masyarakat tersebut
"Seperti yang sering saya suarakan selama ini di Provinsi Riau tentang HGU. Salah satu contoh konflik antara masyarakat Kuansing dengan salah satu perusahaan, tentang masalah tanah absentee ini, dimana tanah itu sudah habis masa berlaku HGU nya, kemudian mereka (pengusaha -red) tidak ada modal untuk mengelola lagi, ditelantarkan, dan pemilik nya tidak ada di tempat, karena sebagian pemiliknya orang Singapura dan malaysia, sehingga terjadi absente (ketidak hadiran) akibatnya terjadi pembiaran, tidak dikelola, dibiarkan hingga menjadi hutan kembali, kemudian oleh masyarakat tanah yang sudah menjadi hutan itu, ditanami sawit, ketika sudah ditanami sawit, tanah sudah bersih, lalu mereka memandang ada nilai ekonomi, nah ini lah mereka entah apa yang dinegosiasikan dengan pihak BPN, mereka aktifkan lagi tanah absentee tadi akibatnya munculah konflik antara masyarakat tempatan dengan pihak korporasi," jelas Aktivis Lingkungan itu.
"Pertanyaannya, kenapa lembaga yang sama, yang mengeluarkan SHM, juga mengeluarkan HGU dilokasi yang sama, akhirnya terjadi konflik hingga perang antara masyarakat dengan korporasi, hingga ada yang masuk penjara," bener Dr. Elvriadi.
Maka dari itu Dr. Elvriadi menghimbau kepada BPN agar lebih berhati hati dalam menerbitkan Surat tanah maupun HGU.
"Jangan karena ketidak hati hatianya atau bahkan memanfaatkan jabatan untuk memperkaya diri sendiri bermain api dalam menerbitkan HGU, karena tidak sedikit oknum BPN yang di penjara karna menerbitkan HGU maupun SHM," pungkasnya.
Dr. Elvriadi juga menjelaskan Dalam PP nomor 24 tahun 1991 mengatakan tentang pelaksanaan pembagian tanah dan pemberian ganti kerugian, itu harus dipindah tangan kanan kepada orang tempatan supaya lahan tersebut cepat produktif.
"Oleh karena itu, masalah tanah absen ini sangat krusial di riau," tutup Pakar Lingkungan Dr. Elvriadi, M.Si.


