Pilkada Tapsel, Politik dan Putra Mahkota
Sumut - Dalam setiap kontestasi, baik pilpres, pilkada, bahkan pemilihan kepala Desa, selalu dibumbui rasa politik uang yang kuat, boleh jadi karena kita masih menganut politik timbal balik,"anda berikan, maka saya juga berikan," demikian ungkapan yang lazim muncul di masyarakat.
Tanpa sadar, sebetunya kita sedang berusaha membunuh harapan untuk hidup lebih lama secara ekonomi, bahkan pengulangan demi pengulangan menjadi hal yang biasa. sebaliknya jika kita mau memilih calon kepala daerah yang punya hati, jujur, bijaksana, bukan penerus tahta, serta bisa merasakan kesulitan rakyatnya, niscaya apa yang kita harapkan lambat laun akan terwujud.
Masing-masing calon sudah siap dengan visi-misi di atas kertas agar terkesan cerdas, meski kalau diuji secara ilmiah belum tentu mereka tahu bagaimana implementasinya, mungkin kebanyakan akan angkat tangan atau bahkan berusaha menghindar.
Tahun ini ada 270 daerah bakal melaksanakan pilkada, dengan perincian, 9 Provinsi, 224 Kabupaten, dan 37 Kota, APBN tersedot hingga angka Rp 9.9 triliun, kemudian didukung oleh anggaran dari tiap-tiap daerah yang melaksanakan pilkada dengan perkiraan Rp 60,6 triliun, dengan anggaran yang besar selayaknya kita mendapat pemimpin yang berkualitas.
Inilah ironi yang harus kita tanggung bersama, beban negara makin berat, karena anggaran yang membengkak, sementara pilkada tak mungkin ditunda meski ditengah wabah Covid-19, diperparah lagi dengan praktek politik uang yang selalu mengintai.
Wajar saja sebagian masyarakat resah, bahkan lebih banyak yang pesimis, bagaimana tidak, dalam situasi yang normal saja kita belum mampu melahirkan pemimpin daerah yang berintegritas, apalagi ditengah situasi sulit?
Ambil contoh, Kabupaten Tapanuli Selatan, dengan 15 Kecamatan, daerah ini juga akan melaksanakan pilkada tahun 2020, tidak terlihat sebetulnya indikator peningkatan taraf hidup, atau capaian bidang pendidikan, arah pembangunannya pun tidak jelas, semua berjalan biasa-biasa saja.
Dipimpin oleh Bupati H.Syahrul Pasaribu sejak tahun 2010 (dua periode), tidak lantas membuat daerah ini menjadi lebih baik dari sebelumnya, tidak ada perubahan yang signifikan, hampir disemua aspek, masalah sosial yang terjadi tak kunjung selesai, kebijakan pemerintah yang anti kemiskinan.
Perampasan hak keperdataan tanpa ganti rugi , masuknya investasi asing secara membabi buta, bahkan banyak agen/aktor tersembunyi yang lahir tanpa identitas, munculnya politik kelas atas (high politics).
Saatnya masyarakat peduli dengan calon pemimpinnya, jangan terkecoh, jangan korbankan waktu yang berharga selama 1.825 hari hanya untuk uang recehan, mari kita bangun tapsel yang sejuk, aman, berkemajuan dan rukun,
Batara Harahap (Baginda Daud Muda), Asli Putra Tapsel,lahir di Sipagimbar, dibesarkan di Sipirok. Horas.

