Catatan Pilu Seorang Guru ; Uang Beras Ludes Untuk Fotocopy Bela Gambut Rupat

Teks poto : Saat Solihin Berpose bersama pejabat kecamatan Rupat dan guru sekolah.

Oleh : Salihin

Pada waktu itu 2011 saya belum lama menyelesaikan studi di bangku perkuliahan dan kembali ke kampung halaman pada suatu hari ketika saya melintas saya melihat orang ramai-ramai di jalan daerah pergam berhubung saya tidak tahu saya hanya lewat saja dan saya melihat ada alat berat parkir di sekitar rumah warga, dilain kesempatan saya dapat info rupanya alat PT. SRL yang di sandrawarga, mungkin ada sesuatu masalah, selang setelah itu pada tahun 2012 saya dengar lagi ada aksi di kelurahan Pergam katanya alat berat PT. SRL merambah Areal garapan atau areal kelompok tani sampai terjadi ricuh dan alat berat perusahaan sampai dibakar warga sangking (sangat) jengkelnya karena lahan kelompok tani di serobot perusahaan, saya pun tidak tahu apa kelanjutannya.

"Saya sudah berkeluarga dan saya mengajar di SMKN 1 Rupat sebagai guru honorer untuk menafkahi keluarga saya, mengingat gaji honorer pada waktu itu sekitar 600 sampai 1 jutaan dan tidak mencukupi untuk kebutuhan ekonomi kemudian saya berpikir belajar untuk berkebun menggarap lahan eh kebun belum jadi malah sudah dapat kabar alat berat Perusahaan sudah sampai di daerah terkul dan hati pun mulai risau hal ini akan sampai ke kampung kami daerah kelurahan batu panjang, sebelum alat perusahaan sampai di daerah kelurahan Batu Panjang, ternyata beberapa tokoh masyarakat Bimasakti dan kampung Jawa sudah beraksi untuk mencegah, seingat saya ada saudara saudara Zaini, Fauzi, Keliwon, Tabri, Taufik Alm, ketua kelompok Bimasakti dan yang lainnya. 

Saya lupa namanya, namun perusahaan bersikeras tetap melakukan perbuatan kanal yang katanya embung yang mana pekerjaan tersebut dikawal dengan polisi senjata api laras panjang. "Aduh hati saya pun semakin memanas rekan-rekan lain pun juga semakin risau dan kami pun berkumpul menyatukan kekuatan lebih kurang 100 orang masyarakat menghentikan aktivitas perusahaan PT. SRL tanpa adanya sosialisasi, RT tidak tahu, Lurah tidak tahu dan pihak Kecamatan tidak tahu, kenapa perusahaan ini 'membabi buta' dia pikir dengan diback up polisi dengan senjata api laras panjang bumi ini hanya milik perusahaan semua. mereka tidak ingat negara ini merdeka berkat perjuangan pahlawan nasional, pahlawan revolusi, pahlawan kemerdekaan dan rakyat, bukan berkat perjuangan perusahaan, tentunya hak rakyat ada di bumi ini apa lagi ini di kampung kami, nyawapun dipertaruhkan, “daripada mati berlutut lebih baik mati melawan”.

Pada dasarnya, rakyat, tanah dan air ini kan polri dan TNI yang harus melindungi sesuai tugas pokoknya, negara ini berdiri karena ada rakyat tentunya. rakyat punya hak hidup atas tanah bumi demi kehidupan, nafkah keluarga, masa depan anak, di kampungkan orang tidak punya skil yang bervariasi, mayoritas  berkebun, bertani, nelayan. kalau di kota ya daerah industri,  saya sendiri hari-hari mengajar di sekolah ya manalah cukup untuk masa depan anak nafkah keluarga kalau tidak berkebun nanti sudah tua, sudah tak berdaya mau makan apa kami, kalau tidak dari sekarang mempersiapkan diri bertani dan berkebun, kalau buruh memburuh di kampung ya mana bisa menyekolahkan anak sampai bangku kuliah, anak-anak kita harus pintar harus punya pendidikan berakhlak agar tidak mudah ditipu daya oleh perusahaan. "Rakyat harus tahu penegasan klaim lokasi harus diakui, bagi hasil kemitraan Plasma dari kebun perusahaan, Amdal tak jelas banjir saat musim hujan terbakar saat musim panas, di kebun rakyat dibuat sekat kenal namanya aja sudah salah, Kalau musim hujan sekat kanal di kampung ya membanjiri kebun ya kebun jadi rusak kerana air tak mengalir lancar Kalau musim panas ya air di parit tentu larinya ke Kanal, kerana lebih dalam dari parit, sifat air kan mencari tempat yang lebih dalam, kalau sudah begitu ia tentunya terbakar kebun rakyat, lagi-lagi rakyat disalahkan, seharusnya Kanal atau sungai buatan itu yang disekat atau ditimbun, perusahaan tidak boleh cari untung sendiri, masyarakat RT/RW tetap lawan mesti resiko. 

"Saya di panggil-panggil polisi, ya perusahaan banyak duit punya perintah, walau begitu tetap lawan dengan pengetahuan dan ilmu Allah titipkan kepada kita. tentunya saya pergunakan dengan sebaik-baiknya kerana saya takut kalau Allah cabut nikmat pengetahuan dan ilmu, maka akan menjadi orang tak berguna dan menyusahkan orang lain, 
sampai pada hari ini tahun 2023 Saya sudah empat kali di surati polisi dua kali di surat di Polsek dan dua kali di surati polres Bengkalis, ya memang begitulah permainan.

Panggilan polisi disebabkan gara-gara pihak perusahaan dengan humasnya bernama Selamat Ramle Sitorus bersama timnya mencoba kembali melakukan pembuatan batas dengan alat berat kembali setelah 2015 gagal dan pada 2022 kemarin mencoba melakukan dari arah yang berlawanan yaitu daerah jeram menuju kampung Jawa, kapan musyawarah mufakat secara publik tiba-tiba melakukan pembuatan batas, mana IUPHHK-HT mana sosialisasi mana amdal, buat embung katanya himbauannya, kok door to door inikan intervensi, pihak Upika pun tidak mengetahui, arsip legalitas perusahaan pun tidak ada di kecamatan, ini perusahaan siluman, saya tetap lawan, Saya sudah buat laporan ke kecamatan didampingi saudara Zaini, Tabri dan Babinkamtibmas Angga Bayu Pratama dan pihak kecamatan melalui Sekcam pak Zaki, menghimbau untuk menghentikan kegiatan perusahaan sementara ada titik temu, pada waktu itu hari Jumat pagi yang yang langsung di kontak humasnya bernama Selamat Ramli Sitorus yang didengar langsung oleh kami yang hadir di kantor camat sementara surat dilayangkan oleh pihak kecamatan. "Namun sayangnya pihak perusahaan tidak mengindahkan himbauan tersebut alias tentunya melawan hukum Pancasila terutama sila ke-4 kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan dan pihak perusahaan dengan alat beratnya tetap melakukan penggalian dan kami pun kembali ke TKP melakukan blokade penghentian pekerjaan ilegal tersebut. menurut kami yang melawan pemerintah kecamatan dan tak menghormati himbauan pihak kecamatan, sayangnya Kok saya malah dipolisikan? saya dituduh menyerobot lahan perusahaan kapan perusahaan masuk kapan Saya menyerobot, ini kan kampung kami Kok saya dituduh menyerobot, saya kan lahir di sini kami kan rakyat Indonesia kami ini bukan orang asing perusahaan yang masuk ke Rupat 2007 menuduh kami orang kampung menyerobot lahan, ini kan gila.

"Mohon maaf, penegak hukum harus berpedoman pada Pancasila bukan asal menerima aduan perusahaan sementara aduan kami rakyat tak ditanggapi aduan perusahaan langsung saya di surati polsek Rupat, ini bera sebelah, ujung-ujungnya mahu memenjarakan saya kan itu tujuan perusahaan membuat aduan ke polisi ketika itu saudara Abdul Rab rekan kita membuat aduan ke Polsek dan berdebat dan backup kami yang terpanggil Polsek (Salihin tabri Syaiful Herman).
Tak sampai di situ ya perusahaan tak puas hati kembali lagi membuat laporan ke polres dan datang surat panggilan atas nama Salikhin dan Zaini panggilan ke-1 dan panggilan kedua terpaksa saya hadiri sebelumnya saya membantah saya tidak bisa hadir kalau di polres Bengkalis masalahnya biaya jauh dan kesibukan saya mengajar di sekolah sulit ditinggalkan akhirnya pihak polres (tipiter) menawarkan untuk diperiksa di Polsek Rupat kebetulan surat panggilan kedua diantar langsung oleh tipiter polres ke SMKN 1 Rupat tempat saya mengajar sekira jam 02.00 Wib. "Saya meluncur ke Polsek Rupat, mampir ke rumah ambil dokumen bekal argumen lebih kurang 8 jam diperiksa berdebat mempertahankan hak tanah air sampai serak suara pulang ke rumah bagaimana tidak serak 3 jupir bergantian memeriksa saya sendiri sampai dokumen saya berantakan buka tutup buka tutup, saya berargumen ini kan kampung saya Kami punya hak sesuai undang-undang dasar Nomor 33 pasal 3, kelompok tani ada, program Tora Perpres nomor 88 Kami ikuti yang disuruh Gubernur dan Bupati, lantas kenapa saya dituduh menyerobot, perusahaankan datang dari Sumatera Utara ke Rupat di peta blok VI di papan plang blok 4, ini tidak benar main hantam, ini kan pulau kecil Kalau diracik-racik dengan kedalaman kanal 4 sampai 6 meter air keluar ke sungai ke laut membawa kadar tanah dan lumpur air keluar dengan leluasa, sungai di dalam kan sedalam-dalamnya agar akasia tak tenggelam, seharusnya kan air itu harus tetap di tengah Pulau agar lembab, ini dibuang paksa melalui kanal atau sungai buatan habislah rakyat dibodohi dikasih tanaman kehidupan per tahun kalau tak salah desa dan kelurahan dapat 50 juta berarti antara dua sampai 1,5 juta kalau satu RT ada 100 KK 1,5 juta, dibagi per KK mendapat lebih kurang 15000 per tahun itu pun kalau RT membagikannya ke masyarakatnya, untuk apa duit segitu, ribuan hektar dibabat hutan ditanami akasia masyarakat dapat Rp. 15000 per sekali panen, ini jelas penipuan.
Sekitar 20 ribu  gak lebih dari 30 8210 antara sudah di babat hutan Rupat, entah ke mana kayu alam pada waktu itu dibawa kemudian ditanami akasia, entah bagaimana bagi hasilnya terhadap daerah terhadap Rakyat tidak jelas, ATM siapa yang berisi entah siapa. 

Banyak yang sudah dikorbankan dari segi material dalam proses perjuangan ini terkadang ada dapat sumbangan dari rekan-rekan dari tukang kayu dari rekan-rekan masyarakat ada dari pak RT ada dari pak RW ada dari mantan ketua LPMK, kalau dari saya pribadi udah puluhan juta sampai lupa jumlahnya sampai uang untuk belanja dapur pun terpakai untuk ongkos itu ongkos ini untuk cetak itu untuk cetak ini untuk kirim itu untuk kirim ini sampai-sampai istri dan anak menjadi korban kebutuhan dan fasilitas hidup tak terpenuhi selayaknya kalau istri merepet di rumah masuk telinga kanan keluar telinga kiri untung aja beras sama bilis (Teri) masih ada, pucuk Pakis, pucuk Ubi, tak beli sejak 2015-2023.