Kasus E-KTP Kembali Diangkat, Ganjar Disebut Terima Uang Panas Sebesar USD 500.000
Ganjar Pranowo
Jakarta, Satuju.com - Uang panas E-KTP sebesar USD 500.000 disebut telah diterima Capres nomor urut Ganjar Pranowo. Dalam keterangan sebelumnya Ganjar menolak karena jumlah yang ditawarkan terlalu kecil buatnya yaitu USD 100.000.
Melansir gelora.co, kabar Ganjar terseret isu korupsi E-KTP ini mencuat lagi keterangan usai saksi- saksi kembali diungkit yaitu keterangan Nazaruddin tersebut yaitu Mustoko Weni, Setya Novanto, Miryam S Haryani dan Andi Narogong. Meski kemudian Andi Narogong mencabut keterangannya tersebut.
Hal ini juga diperkuat dengan Analis Pengamat Hukum, Hendarsam Marantoko, terkait dugaan keterlibatan Ganjar Pranowo dalam isu korupsi E-KTP.
Menurutnya, sudah cukup untuk menjadikan Ganjar sebagai tersangka dalam kasus E-KTP karena sudah ada dua alat bukti yang menjadi syarat seseorang tersangka sebagaimana diatur dalam pasal 184 ayat (1) KUHAP.
“Sudah ada dua alat bukti yang menjadi syarat tersangka,” kata Hendarsam kepada Pojoksatu.id, Rabu (15/11/2023).
Hendarsam menuturkan, dua alat bukti yang dimaksud, yakni berupa keterangan Saksi dari Nazaruddin, Setya Novanto, Mustoko Weni, dan Miryam S Haryani.
Selanjutnya bukti surat berupa Arsip Perjalanan Setya Novanto dan Ganjar yang bertemu di Bandara Ngurah Rai tanggal 6 Februari 2011 yang sudah ada di berkas KPK.
“Seharusnya sudah cukup menjadi alat bukti saksi dan petunjuk karena keterangan mereka sesuai dengan satu dengan lainnya,” ujarnya.
“Biasanya pada kasus2 lain di KPK hal ini sudah cukup menjadikan seseorang sebagai tersangka,” tandasnya lagi.
Selain itu, kata dia, bukti lain adanya keterlibatan Ganjar Pranowo dalam kasus korupsi E-KTP yaitu dia pernah mengakui pernah ditawari uang E-KTP.
Namun Ganjar menolak, di mana kala itu, seharusnya sebagai pejabat DPR RI ketika mengetahui adanya dugaan tindak pidana harus dilaporkan namun Ganjar tidak melaporkannya.
“Ini melakukan tindak pidana pidana karena membiarkan suatu tindak pidana yang diatur dalam pasal 23 UU Tipikor dan Pasal 421 KUHAP,” tuturnya.
Oleh karena itu, sebagai pengamat yang malang melintasi dunia hukum, dirinya tidak bisa membayangkan moral etik Ganjar apabila menjadi Presiden bisa dipastikan akan memble korupsi karena dugaan keterlibatannya atau track recordnya
“Membiarkan suatu perbuatan korupsi terjadi di depan matanya, bagaimana dia bisa menyampaikan korupsi sebagai pemimpin dan petugas partai yang notabene di akui sendiri olehnya,” tegas Hendarsam.

