Hakim Tolak Eksepsi PH nya, Perkara Oknum Lapas Bangkinang Berlanjut

Bangkinang - Perkara Oknum lapas Bangkinang yang didakwa melakukan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga memasuki babak baru. Rabu (18/8/21).


Dari pantauan awak media yang turut menyaksikan sidang putusan sela perkara oknum lapas bangkinang yang berinisial AG Perkara Tindak kekerasan Dalam rumah tangga nomor 320/Pid.Sus/2021/PN Bkn, majelis hakim yang diketuai oleh I Dewa Gede Budhy Dharma Asmara, SH, MH dengan Hakim anggota Neli Gusti Ade, SH dan Hj. Yuanita Tarid, SH,MH memutuskan Menolak seluruh hal eksepsi dari penasehat hukum AG. Dimana Majelis hakim menilai atas perkara-perkara tersebut sah, menurut hukum, tetap berada di dalam batas-batas, menangguhkan biaya perkara ini sampai adanya putusan akhir.

Majelis hakim menilai, surat menuduh umum telah menacantumkan rumusan surat yang dinyatakan bahwa telah dilakukan perbuatan kekerasan dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 huruf a dilakukan terhadap istri yang berinisial PBB, serta melakukan tindakan tersebut juga telah menguraikan waktu atau tempous delikti dan tempat tindak pidana itu dilakukan dapat dilihat dari rumusan tuduhan. 


"Majelis hakim juga menilai bahwa penuntut umum telah melakukan tindak pidana yang dilakukan oleh, bahwa surat dakwaan pada umum, baik surat dakwaan alternatif pertama, kedua dan ketiga semuanya telah memenuhi syarat materi dari suatu surat yang semua telah diselesaikan secara jelas dan ketiga Lengkap mengenai tindak pidana yang dialporkan dan disni tidak ditemukan adanya hal hal yang menyebabkan surat dakwaan terebut menjadi tidak cermat sebelum menyebabkan cacat hukumnya surat dakwaan tersebut sebagaimana yang didialilkan oleh penasehat hukum didalm eksepsinya. Gede Budhy Dharma Asmara, SH, MH


Penasehat hukum terdakwa pada eksepsinya telah mendalilkan bahwa surat dakwaan talah mengada-ada dan tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya. Bahwa didalam surat dakwaan penuntut umum tindak pidananya terjadi pada tanggal 20 januari 2020 dan surat visum dikeluarkan pada tanggal 29 juli tahun 2020 artinya ada waktu selama tujuh bulan untuk mengeluarkan visum etvertum setelah kejadian sehingga penasehat hukum terdakwa menyebutkan adanya dugaan perkara terdakwa direkayasa.


Kemudian Kuasa hukum dalam eksepsinya mengatakan  didalam laporan ketiga penuntut umum keliru menuliskan dakwaannya karena faktanya semua harta benda dari hasil perkawinan antara terdakwa dengan istrinya dikuasai dan dimanfaatkan oleh saksi UN.


Mengenai eksepsi penasehat hukum terdakwa tersebut, majelis hakim berpendapat Penasehat hukum terdakwa telah memasuki materi pokok perkara, dan harus dibuktikan melalui proses persidangan.


“Majelis hakim berpendapat bahwa apa yang didalilkan oleh penasehat hukum pada poin ini telah memasuki materi pokok perkara yang mana untuk mengetahiui apakah rumusan surat dakwaan penuntut umum tersebut mengada ada atau  telah sesuai fakta apakah dengan adanya waktu tujuh bulan dari kejadian dengan dikeluarkannya visum benar menunjukan adanya perkara terdakwa yang direkayasa atau tidak dan apakah semua harta benda hasil dari perkawinan antara terdakwa dengan istrinya tersebut ini telah dikuasai dan dimanfaatkan oleh saksi UN atau kah tidak, hal tersebut adalah termasuk ruang linkup dari pokok perkara, harus dibuktikan terlebih dulu melalui proses pembuktian persidangan dan hal tersebut tidaklah menyebabkan batal demi hukumnya surat dakwaan”.

“Sehingga dengan demikian majelis hakim berpendapat bahwa alasan atau pertimbangan penasehat hukum tersebut adil berdasarkan pertimbangan hukum sehingga karenanya patut untuk ditolak, "ujar hakim menutup pembacaan Putusan sela.(red)