Tom Lembong Tantang Bahlil Adu Data Terkait Hilirisasi Nikel

Tom Lembong dan Bahlil

Jakarta, Satuju.com - Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, Co-Captain Tim Pemenangan Nasional (Timnas) Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) menyatakan siap beradu data terkait hilirisasi nikel dengan Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia. Tom mengaku terbuka untuk adu data dan gagasan dengan Bahlil Lahadalia atau pihak mana pun.

"Sekali lagi kami selalu terbuka untuk adu data, adu gagasan, adu fakta ya, dan kami sangat menghargai lawan debat, lawan diskusi dan saya kira masih banyak ruang untuk memperkaya lagi untuk membuka lagi, banyak fakta-fakta menarik, data-data menarik di sisi kaminya makin semangat ya, kami makin heboh dengan berbagai fakta, data yang terungkap dan kami berharap bermanfaat bagi masyarakat," kata Tom Lembong di Hotel Millennium Jakarta, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Jumat (2/2/2024) melansir detik.com .

Dia menyebut hilirisasi nikel yang sedang berlangsung penuh masalah. Menurutnya, hilirisasi itu meminimalkan manfaat ekonomi bagi masyarakat.

“Semakin jelas bahwa industri nikel mulai dari penambangannya sampai olahannya yang diistilahkan hilirisasi penuh dengan masalah tentunya ada manfaat ekonomi tapi angkanya sejauh ini manfaat bagi ekonomi secara total itu minimal,” kata Tom Lembong.

“Sementara pendapat negatif di lingkungan hidup sangat signifikan konsekuensi dari sisi negatif pekerja juga signifikan, baik dari segi kondisi kerja, jumlah kecelakaan yang memakan nyawa sementara justru dari bidang ekonomi di samping berkontribusi minum kepada totalitas produk domestik bruto kita yang juga terlalu rakus jangka pendek, " menambahkan.

Dia menyoroti UU Minerba tahun 2020. Dia menyebut hilirisasi total dengan penguatan ekspor bahan mentah dalam waktu 3 tahun tak mungkin berhasil.

"Tadi kita menemukan banyak pelaksanaan Undang-undang tersebut tidak konsisten pada Undang-undang itu sendiri seperti dijelaskan oleh narasumber kami tadi, Undang -undang Minerba itu diterbitkan tahun 2020 dan menurut Undang-undang itu 2023 harusnya hilirisasi udah tuntas total jadi sudah setop sama sekali ekspor bahan mentah di semua program sumber daya alam," katanya.

" Tapi kenyataannya tidak begitu. Mana mungkin itu terjadi bisa dicapai hanya dalam waktu tiga tahun akhirnya malah kita tidak konsisten pada Undang-undang kita sendiri itulah masalah yang terjadi," imbuhnya.

Lebih lanjut, Tom mengatakan cadangan nikel Indonesia akan habis dalam waktu 15-20 tahun ke depan. Dia menyebut hal itu akan terjadi jika hilirisasi nikel tetap dilakukan secara ugal-ugalan.

“Itu konsekuensi dari pelaksanaan sebuah kebijakan yang terlalu berorientasi jangka pendek sehingga mengorbankan aspek-aspek jangka panjang seperti lingkungan hidup, keadilan sosial, kondisi pekerja dan juga kepentingan ekonomi,” ujarnya.

Sebelumnya, Bahlil Lahadalia geram banyak yang mengkritisi kebijakan hilirisasi salah satunya untuk nikel. Ia menegaskan saat ini nikel merupakan bahan baku yang besar dan paling dicari oleh negara-negara maju.

Ia pun memahami mengapa banyak pihak yang mengkritisi hilirisasi nikel. Padahal menurutnya nikel adalah sumber daya alam milik dalam negeri yang berpotensi besar bagi perkembangan industri kendaraan listrik khususnya untuk baterai mobil listrik.

"Nah sekarang, kita fokus mengembangkan sumber daya alam atau mempromosikan negara lain? Ini lucu negara, atau ada apa nih?" jelas dia dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Investasi/BKPM, Jakarta Selatan, Rabu (24/1).

Bahlil curiga informasi tersebut digunakan untuk melobi pemerintahan selanjutnya agar Indonesia tidak lagi melarang ekspor barang mentah. Ia pun menyinggung soal laporan IMF yang sempat merekomendasikan Indonesia untuk mempertimbangkan pelarangan ekspor barang mentah.

"Hati-hati loh! Ini saya hubungkan. Jangan sampai di bangsa ini ada antek-antek asing untuk masuk merusak tatanan dalam kebijakan publik. Bahaya ini," ungkapnya.