Pakar Asing Sebut MK Terjebak soal Putusan Sidang Sengketa Pilpres 2024

Sidang Sengketa Pilpres 2024

Jakarta, Satuju.com - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal penyelesaian Pilpres 2024, Senin (22/4/2024) mendapat kritik dari pakar politik dan keamanan internasional Universitas Murdoch dari Australia, Ian Wilson.

Melansir CNNIndonesia, Wilson menyoroti salah satu keputusan MK yang menilai pencalonan wakil presiden Gibran Rakabuming di Pilpres 2024 sah dan dianggap tak terbukti ada unsur nepotisme.

Keputusan MK dapat diprediksi. MK terjebak, mengingat bahwa keputusan MK tentang pencalonan Gibran, yang walaupun dinilai tidak etis karena peran Anwar Usman (Paman Gibran) sebagai ketua MK dalam keputusan itu, tetap berkelanjutan, ujar Wilson kepada CNNIndonesia,com pada Senin malam.

Pada Senin, MK menggelar sidang putusan permohonan penolakan hasil pemilihan umum (PHPU) yang diajukan pasangan calon nomor urut 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan pasangan calon nomor urut 03 Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

Mereka mengajukan sejumlah gugatan seperti pengaruh bantuan sosial kepada pemilih, intervensi presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi), kondisi terstruktur, sistematis, dan masif dalam Pilpres, hingga status pencalonan Gibran yang diselidiki.

Dalam sidang yang berlangsung Senin, MK menyatakan pencalonanan Gibran sebagai cawapres sah dan memenuhi syarat pada Pilpres 2024.

Hakim Konstitusi Arief Hidayat menyoroti bahwa perubahan syarat pasangan calon sebagaimana diputuskan dalam Putusan MK Nomor 90/PUU-XX1/2023 sehingga meloloskan Gibran sebagai cawapres yang sah tidak serta merta bisa dipandang sebagai bentuk nepotisme atau penyalahgunaan kekuasaan dari Presiden Joko Widodo

Lebih lanjut, Arif mengatakan MK melihat latar belakang dan keberlakuan aturan tersebut sudah dilegalkan berkali-kali, seperti dalam Putusan MK Nomor 141/PUU-XXI/2023, Putusan MK Nomor 145/PUU-XXI/2023 serta Putusan MK Nomor 150/PUU- XXI/2023.

MK menilai tidak ada persoalan mengenai keberlakuan syarat tersebut. Arief juga menyampaikan putusan etik berat oleh Majelis Kehormatan MK (MKMK) terkait putusan 90 itu.

Berkenaan dengan dalil Pemohon a quo, menurut Mahkamah, adanya Putusan MKMK Nomor 2/MKMK/L/11/2023 yang menyatakan adanya pelanggaran berat etik dalam pengambilan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 tidak serta-merta dapat menjadi bukti yang cukup untuk meyakinkan Mahkamah bahwa telah terjadi tindakan nepotisme yang melahirkan penyalahgunaan kekuasaan Presiden dalam perubahan syarat pasangan calon tersebut,” ujar Arief.

Dia juga menegaskan MKMK berhak membatalkan keberlakuan putusan Mahkamah Konstitusi.

Dalam konteks menghadapkan hasil pemilu, lanjut Arif, permasalahan yang dapat didalilkan bukan lagi mengenai syarat keabsahan atau konstitusionalitas. Namun, kata dia lebih tepat ditujukan pada keterpenuhan syarat dari para calon pasangan peserta Pemilu.

Dengan demikian, menurut Mahkamah tidak terdapat permasalahan dalam keterpenuhan syarat tersebut karena Gibran Rakabuming Raka selaku calon wakil presiden dari pihak terkait dan hasil verifikasi serta penetapan pasangan calon yang dilakukan oleh Termohon telah sesuai dengan ketentuan tersebut, ungkap Arif.

Dia juga menerangkan tak ada bukti yang meyakinkan MK soal intervensi Jokowi dalam perubahan syarat pasangan calon dalam pemilu.