Terancam Diblokir, Telegram Disebut Fasilitasi Judi Online
Ilustrasi
Jakarta, Satuju.com - Aplikasi Telegram disebut Menkominfo Budi Arie Setiadi memfasilitasi perjudian online. Ia bahkan menyebut aplikasi mengirim pesan instan tersebut bisa ditutup bila tidak kooperatif.
"Dan sekarang ada tren para judi online ini mainnya di Telegram. Karena itu saya peringatkan kepada platform Telegram jika tidak mau kooperatif untuk pemberantasan judi online ini pasti akan kami tutup," ujar Budi Arie dalam konferensi pers Perkembangan Terbaru Pemberantasan Judi Online via bold, Jumat (24/5/2024).
Dalam sejarahnya, Telegram pernah diblokir di Indonesia per 14 Juli 2017 lalu. Saat itu, Telegram dianggap sebagai platform menyebarkan propaganda terorisme di Indonesia.
Meski begitu, status blokir tersebut dicabut pada 10 Agustus 2017. Hal itu dilakukan usai bos Telegram Pavel Durov datang ke Indonesia untuk berbincang dengan Menteri Rudiantara.
Pevel kala itu berjanji mengembangkan tim moderator khusus untuk menangani konten terkait terorisme.
Telegram memiliki lebih dari 900 juta pengguna aktif bulanan di seluruh dunia. Platform tersebut merupakan salah satu dari 10 aplikasi yang paling banyak diunduh di dunia menurut Laporan Digital Global 2024 milik We Are Social.
We Are Social merupakan agensi kreatif yang juga menyediakan penelitian mengenai audiens, kebudayaan internet, dan komunikasi antar budaya. Penelitian mereka digunakan untuk mengantisipasi perubahan budaya internet.
Dalam catatan We Are Social, jumlah pengguna internet di Indonesia pada Januari 2024 mencapai 185,3 juta jiwa. Sementara itu, 139 juta orang di antaranya merupakan pengguna media sosial.
Nah, We Are Social mencatat bahwa pengguna Telegram mencapai 61,3 persen dari total pengguna internet berusia 16-64 tahun. Jumlah tersebut lebih banyak dari pengguna X (57,5 persen) dan LinkedIn (25,05 persen).
Adapun media sosial yang paling banyak digunakan warga Indonesia adalah WhatsApp, yaitu 90,9 persen. Diikuti oleh Instagram 85,3 persen.
We Are Social juga mencatat bahwa rata-rata waktu yang dihabiskan pengguna Telegram adalah 3 jam 53 menit dalam sebulan. Ini jauh lebih rendah dari media sosial lain seperti WhatsApp yang penggunanya menghabiskan waktu 38 jam 26 menit dalam sebulan.
Sedangkan dalam sebulan, pengguna aktif membuka aplikasi Telegram sebanyak 135 kali. Beda jauh dengan WhatsApp yang dibuka 1.347 kali dalam sebulan.
Hal lain yang perlu dicatat, pengguna Telegram di Indonesia mengalami drastis. Pada tahun 2021, pengguna Telegram mencapai 28,5 persen. Namun, penggunanya melonjak menjadi 62,8 persen pada tahun 2022.
Pada tahun 2022, WhatsApp memang mengalami eror di sejumlah negara termasuk Indonesia. Saat itu, Telegram menjadi salah satu aplikasi alternatif yang bisa menggantikan fungsi WhatsApp.
Salah satu alasan Telegram mendapatkan popularitas adalah fokusnya pada privasi dan keamanan. Pihak mereka menjamin keamanan data pengguna dari pengintaian pihak ketiga seperti pejabat, perusahaan, pengiklan, dan lain-lain.
Namun, fitur ini menimbulkan kekhawatiran, khususnya terkait potensi fitur-fitur aplikasi. Misalnya, beberapa pihak menyatakan kekhawatirannya bahwa enkripsi end-to-end Telegram dapat digunakan untuk menyembunyikan aktivitas ilegal atau tidak etis.
Fitur ini berbeda dengan pesan biasa, hasil percakapan tidak disimpan di cloud dan hanya dapat diakses di perangkat yang digunakan. Pesan dalam dialog ini juga dapat dihapus kapan saja, dan dapat disetel ke “penghancuran otomatis” setelah waktu yang ditentukan.
Dalam lsitus Telegram yang diakses pada Sabtu (25/05) dijelaskan bahwa pihak mereka juga tidak bisa menghapus konten ilegal.
“Semua percakapan Telegram dan percakapan grup bersifat pribadi di antara pesertanya. Kami tidak memproses permintaan apa pun yang terkait dengannya,” ungkapnya.
Oleh karena itu, beberapa negara berupaya membatasi atau melarang Telegram karena kaitannya dengan perbedaan pendapat dan aktivitas politik. Saat ini, ada 5 negara yang sudah diblokir.
Selain negara di atas, beberapa negara lainnya yang sempat melakukan pemblokiran Telegram. Seperti Rusia, Jerman, India, Iran, dan Norwegia. Akan tetapi negara-negara tersebut telah mengizinkan kembali penggunaan Telegram secara luas.

