CPO Melimpah Ruah, Kenaikan HET MinyaKita Disebut YLKI Tak Masuk Akal
MinyaKita
Jakarta, Satuju.com - Langkah pemerintah yang menaikkan harga eceran tertinggi (HET) MinyaKita dari Rp 14.000 menjadi Rp 15.700 dinilai Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi tak masuk akal. Pasalnya, dia menyebut Indonesia merupakan eksportir minyak sawit mentah (CPO), bahan baku minyak goreng.
Merujuk laporan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), stok awal CPO pada Januari 2024 sebesar 3,146 juta ton. Dari jumlah produksi itu, konsumsi dalam negeri mencapai 1,942 juta ton, sementara jumlah ekspor mencapai 2,802 juta ton.
Cerita akan lain bila Indonesia merupakan importir minyak sawit mentah. Bila demikian, Tulus menyebut kenaikan harga minyak goreng rakyat karena faktor internasional dan kurs mata uang menjadi rasional.
Kenaikan HET MinyaKita merupakan usulan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan alias Zulhas. Alasannya, kata dia, harga minyak goreng rakyat itu harus menyesuaikan nilai Rupiah yang sudah turun hingga Rp 16.344.
“Dulu kan Rupiah 14.500 (per Dolar AS), sekarang sudah Rp16.000. Nanti khawatir kalau tidak disesuaikan, ekspornya jauh beda angkanya, nanti kita akan menginginkannya,” ujar dia saat ditemui Tempo di Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat, Rabu, 18 Juni 2024.
Selain nilai Rupiah, Zulhas mengatakan harga minyak goreng menyesuaikan harga bahan pokok lainnya, seperti beras. Dia menyebut harga beras di pasar sudah menyentuh angka Rp12.500, atau naik sebesar Rp1.609. “Memang sudah saatnya MinyaKita,” kata dia.
Peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Eliza Mardian mengatakan kenaikan HET MinyaKita disebabkan oleh masalah distribusi. Menurut dia, minyak goreng rakyat justru banyak yang matiarkan oleh swasta, alih-alih BUMN pangan.
“Jika kita bedah, penyebab kenaikan HET minyak kita ini lebih banyak disebabkan karena distribusi, bukan di produksi,” ujar Eliza saat dihubungi Tempo, Selasa, 18 Juni 2024.
Ia menjelaskan kenaikan harga itu dijamin agar penjual eceran mendapatkan keuntungan yang memadai. Pasalnya, harga modal MinyaKita di tingkat pedagang besar sudah lebih dari Rp15.000.
Lulusan Universitas Padjadjaran itu menuturkan ada beberapa komponen yang membentuk harga pokok penjualan (HPP) MinyaKita. Komponen ini yakni harga CPO, biaya pengolahan, pengemasan, dan distribusi.
Menurut dia, harga CPO dunia turun dalam dua bulan terakhir. Begitu pula, harga CPO dalam negeri tidak mengalami kenaikan. “Artinya dari segi bahan baku tidak ada kenaikan,” kata dia.

