Polri Jadi Instansi yang Paling Banyak Diadukan Terkait Pelanggaran HAM
Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro
Jakarta, Satuju.com - Kepolisian Republik Indonesia (Polri) mencatat Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menjadi institusi yang paling banyak diadukan dalam laporan dugaan pelanggaran HAM yang diterima sepanjang semester pertama 2024. Dari total 1.227 kasus yang diterima Komnas HAM, sebanyak 350 di antaranya melibatkan Polri.
Polri merupakan pihak yang paling banyak diadukan, kata Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro, dalam konferensi pers Kondisi Terkini Penegakan HAM di Indonesia, di kantor Komnas HAM, Jakarta Rabu, 18 September 2024.
Atnike menjelaskan, pengaduan tersebut diterima melalui berbagai jalur seperti surat, kedatangan langsung, platform dare, email, hingga audiensi tatap muka. Secara wilayah, aduan paling banyak berasal dari DKI Jakarta sebanyak 170 kasus, diikuti Sumatera Utara dan Jawa Barat yang masing-masing mencakup 124 aduan.
Tidak hanya dari dalam negeri, Komnas HAM juga menerima laporan dari luar negeri, terutama dari negara-negara penerima pekerja migran Indonesia seperti Malaysia, Arab Saudi, dan Irak.
Selain Polri, Atnike menjelaskan, instansi lain yang banyak diadukan adalah pemerintah daerah dan pusat dengan 232 aduan, serta korporasi dengan 182 aduan. Dari sisi jenis pelanggaran, hak atas kesejahteraan menjadi yang paling banyak dilaporkan sebanyak 437 kasus, diikuti hak untuk memperoleh keadilan (299 kasus), dan hak atas rasa aman (121 kasus).
Atnike juga menyoroti bahwa kasus terkait isu agraria menjadi yang paling dominan dalam laporan masyarakat. “Isu agraria mendominasi dengan 248 aduan,” kata Atnike. Selain itu, pengaduan tentang bisnis dan HAM juga signifikan dengan 247 aduan.
Komnas HAM berkeyakinan akan terus mengkoordinasikan dan melakukan mediasi terhadap kasus-kasus yang dilaporkan untuk memastikan hak asasi manusia di Indonesia dapat ditegakkan dan dilindungi. Bagi Polri, Atnike menyebut Komnas HAM merekomendasikan beberapa hal, salah satunya peningkatan akuntabilitas dan transparansi dalam penanganan kasus-kasus oleh institusi kepolisian.

