Nama Soeharto Dicabut MPR dari TAP MPR Nomor 11 Tahun 1998 soal KKN
Presiden ke-2 RI Soeharto
Jakarta, Satuju.com - Nama Presiden ke-2 RI Soeharto dicabut Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI dari Ketetapan MPR (TAP MPR) Nomor 11 Tahun 1998. Keputusan itu diambil dalam rapat paripurna yang digelar pada Rabu (25/9/2024) .
Adapun TAP MPR itu berisi tentang perintah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang bersih tanpa Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN) dan secara eksplisit ditujukan kepada Soeharto.
“Terkait dengan penyebutan nama mantan Presiden Soeharto dalam TAP MPR Nomor 11/MPR 1998 tersebut secara pribadi, Bapak Soeharto dinyatakan telah selesai dilaksanakan karena yang bersangkutan telah meninggal dunia,” kata Ketua MPR RI Bambang Soesatyo alias Bamsoet di gedung Nusantara, Komplek Parlemen, Rabu.
Kata politikus Partai Golkar itu, pencabutan nama Soeharto itu merupakan usulan dari Fraksi Golkar dan disepakati dalam Rapat Gabungan MPR pada Senin (23/9/2024).
Meski begitu, kata Bamsoet, TAP MPR Nomor 11 Tahun 1998 tersebut secara yuridis masih berlaku. Namun, proses hukum terhadap Soeharto telah selesai karena ia telah meninggal dunia.
“MPR sepakat untuk menjawab surat tersebut sesuai dengan etika dan peraturan-undangan yang berlaku di mana status hukum TAP MPR nomor 11 tahun 1998 tersebut dinyatakan masih berlaku oleh Tap MPR nomor 1/R 2003,” jelas dia.
Bamsoet menambahkan, MPR adalah rumah kebangsaan bersama dan penjelmaan seluruh rakyat Indonesia. MPR juga merupakan aktualisasi dari pemusyawaratan atau perwakilan seluruh rakyat Indonesia.
“Sudah sepantasnya dalam kerangka itu, MPR mendefinisikan persatuan bangsa. Layaknya benang yang mengikat kain berbagai warna, MPR menganyam harapan dan cita-cita bangsa dalam satu harmoni,” ungkapnya.
Menurut dia, dalam semangat persatuan dan kesatuan Pimpinan MPR, mendorong agar jasa dan pengabdian dari mantan Presiden Soekarno, mantan Presiden Soeharto, dan mantan Presiden Abdurrahman Wahid, dapat diberikan penghargaan yang layak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Ke depan, tantangan kebangsaan yang kita hadapi akan semakin berat, oleh karena itu kita harus selalu bergandengan tangan untuk Indonesia yang lebih kuat, Indonesia yang lebih hebat, katanya.

