Bandingkan Sikap Dirkrimsus Polda Riau, Kasus Muflihun dengan Tambang Ilegal sampai Memblokir WhatsApp
Peta citra satelit tambang ilegal CV AL, Logo PETIR, Kantor Polda Riau, Surat tanda laporan PETIR. (Poto/istimewa).
PEKANBARU, Satuju.com - Ormas Pemuda Tri Karya (PETIR) menyayangkan sikap Polda Riau dalam menangani laporan penambangan ilegal di Kelurahan Slensen seluas 30 hektare dan 2,5 hektar di Desa Air Balui saat ini menyisakan kedalaman curam 40± meter.
Divisi Investigasi dan Intelijen Pemuda Tri Karya (PETIR), Yakup menyikapi lambannya kinerja Polda Riau yang seolah-olah acuh dan risih atas laporan tersebut.
“Kita sudah coba jalin komunikasi tapi Humas tidak merespon dan Dirkrimsus memblokir saat coba dihubungi,” kata Yakup kepada media, Rabu (16/10/2024).
Atas hal tersebut, Yakup membandingkan sikap Polda Riau yang memaksakan diri memeriksa Muflihun menjelang Pilkada tanpa audit kerugian negara namun malah berisiko dengan laporan tambang ilegal sampai memblokir whatsappnya.

ket.poto : Peta lokasi yang dilaporkan ke Polda Riau
Adapun laporan tersebut dilayangkan Ormas Pemuda Tri Karya (PETIR) pada 17 September lalu dengan nomor 200-DPN-PETIR/A.1/XX/LP-2024. Objek tersebut berada di dua lokasi di Kecamatan Kemuning, Indragiri Hilir, Riau.
Yakup mengaku laporan tersebut mengendap di Polda Riau. Sudah 1 bulan tidak mendapat pemberitahuan sudah sejauh mana proses laporan yang dilaporkannya.
Pihaknya melayangkan surat Konfirmasi terkait laporan tersebut dengan nomor laporan "220-DPN-PETIR/A.1/XX/LP-2024 pada Senin 14 Oktober kemaren melalui Dirkrimsus Polda Riau. Dinilai lamban karena Polda Riau dinilai tidak memberikan respon.
“Kami organisasi PETIR sudah melayangkan surat konfirmasi ke Polda Riau meminta penjelasan kepada kepala kepolisian daerah riau sejauh mana proses penanganan perkara yang sudah kami laporkan,” katanya Selasa kemarin, (15/10/2024).
Mengetahui dua perusahaan diduga ikut terlibat dalam eksploitasi pertambangan. Eksploitasi di Kelurahan Slensen seluas 30 hektar dan 2,5 hektar di Desa Air Balui saat ini menyisakan kedalaman curam 40± meter.
Dikatakannya juga sudah adanya klarifikasi dari DMPTSP Provinsi Riau yang menyatakan tak pernah mengeluarkan izin di wilayah itu. Pengetahuan wilayah ini berada di kawasan hutan produksi terbatas (HPT) dan kawasan hutan produksi konversi (HPK).
“Dari kawasan tersebut belum ditemukan izin persetujuan penggunaan kawasan hutan dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam aktivitas ini,” bebernya.
Jenis galian batu andesit tanah urug dan dugaan batubara ini dikelola CV. AL. Selanjutnya di desa air balui meliputi andesit yang dikelola perusahaan PT. TGM. Kami menemukan izin pengelolaannya sudah habis," sambungnya.
Dirinya mengaku laporan tersebut masih mengendap di Polda Riau. Pihaknya meminta instansi yang membidangi ini seharusnya sudah menjalankan fungsi masing-masing.
Ket.poto: Menuju lokasi
“Pemerintah harus memberikan contoh yang baik bagi masyarakat. Kalau hal itu berlanjut akan menjadi pertanda buruk bagi dunia pertambangan,” kata Yakup.
Hingga berita ini terbit, awak media masih mencoba menghubungi Kabid Humas Polda Riau, Kombespol Anom.(Tjp)

