Dinilai Serbarkan Berita Hoax, Direktur Lembaga Survei Poltracking Indonesia Dipolisikan Ormas Madas
Hasil Survei Poltracking Indonesia. (Poto/ist)
Jakarta, Satuju.com - Direktur Eksekutif Lembaga Pengawasan Poltracking Indonesia, Hanta Yudha akan dipolisikan Ormas Madas (Madura Cerdas) Nusantara karena dinilai menyebarkan berita hoax (bohong)/rekayasa hasil pengawasan Pilkada DKI Jakarta. Hanta Yudha melanggar UU ITE Pasal 28 Ayat 3 dengan ancaman hukuman 6 tahun dan denda Rp.1 Milyar
Kepada media di Jakarta, Ketua Umum Ormas Madas Nusantara, HM. Jusuf Rizal menyebutkan secara kronologis upaya pemrosesan hukum Hanta Yudha atas penyebaran berita bohong/rekayasa terkait hasil pengawasan Pilkada DKI Jakarta yang menimbulkan kontrversi.
Hasil survei dua lembaga dengan rentang waktu yang tidak jauh berbeda, memiliki perbedaan 15,2 %
Dikatakan Lembaga Survei Indonesia menerbitkan hasil survei elektabilitas Pasangan Ridwan Kamil-Suswono 37,4 %, Dharma-Kun 6,6 %, Pramono-Rano 41,6%. Belum menentukan pilihan 14,4 %. Selisih antara Ridwan Kamil-Suswono dengan Pramono-Rano hanya 4%
Sementara Poltracking menerbitkan hasil survei untuk Ridwan Kamil-Suswono 51,6%, Dharma-Kun 3,9 %, Pramono-Rano 36,4% dan yang belum menentukan pilihan 8,1 %. Selisih antara Ridwan Kamil-Suswono dengan Pramono-Rano sebesar 15,2 %
Hasil survei yang mencolok itu menarik perhatian Dewan Etik Perkumpulan Survei dan Opini Publik Indonsia (Persepi). Dalam pemeriksaannya kepada LSI dan Poltracking, Dewan Etik Persepi terdiri dari Prof. Asep Saefuddin, Ph.D (Ketua), Prof.Dr. Hamdi Muluk dan Prof. Saiful Mujani, PH.D (Anggota) menemukan adanya pelanggaran oleh Poltracking.
Dalam keterangan tertulis Dewan Etik Persepi yang telah dirilis media, memberikan sanksi kepada Poltracking Indonesia untuk kedepannya tidak diperbolehkan mempublikasikan hasil survei tanpa terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dan pemeriksaan data oleh Dewan Etik.
“Jadi dalam kasus pengawasan ini Ormas Madas Nusantara menilai sudah ada dua alat bukti adanya pelanggaran hukum yang dilakukan Hanta Yudha selaku Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia, yaitu hasil pengawasan dan sanksi dari Dewan Etik Persepi,” tegas Jusuf Rizal, pria berdarah Madura-Batak penggiat anti korupsi itu.
Namun menurut Hanta Yudha bahwa survei yang dilakukan Poltracking sudah sesuai standar operasional yang ada. Begitu pula hasil survei yang dipublikasikan juga telah melalui aturan dan proses yang benar, tanya media?
Menurut, Jusuf Rizal, Presiden LSM LIRA (Lumbung Informasi Rakyat) itu, di Indonesia mana ada maling yang ngaku. Katanya, apapun bantahan Hanta Yudha harus dibuktikan dalam proses hukum. Apakah hasil surveinya benar atau rekayasa yang berpihak pada salah satu calon Gubernur DKI Jakarta, sehingga outputnya adalah penyebaran berita bohong (Hoak)
Hasil survei biaya yang tidak benar merupakan kejahatan intelektual, menipu rakyat, menyebabkan kegaduhan dan penipuan serta kerugian bagi masyarakat. Keputusan Dewan Etik Persepi adalah produk hukum atas hasil survei yang tidak benar.
“Rakyat selama ini banyak disuguhkan dengan hasil-hasil survei biaya yang tidak independen. Baik di Pilpres maupun Pilkada. Rakyat sudah muak, karena cara-cara busuk itu harus dihentikan. Harus diproses hukum agar ada efek jera. Penjarakan penipuan dari survei,” tegas Jusuf Rizal, yang juga Ketum Indonesian Journalist Watch (IJW) itu.
Kasus ini menarik untuk disebutkan karena selama ini Lembaga Surveilans tidak pernah memproses hukum atas dasar penyebaran informasi/berita bohong. Hasil survei benar atau tidak, nanti bisa dilakukan pemeriksaan digital forensik maupun metode survei. Tim ahli juga dapat dimintai pendapat tentang adanya dugaan rekayasa hasil survei.

