Pengurus Komisariat PMII STAI Al Azhar Pekanbaru Masa Khidmat 2024-2025 Resmi Dilantik
Ketua PK PMII Al Azhar Pekanbaru masa khidmat 2024-2025 mengucapkan terima kasih atas support dan dukungan kepada seluruh pihak terkait untuk mensukseskan pelantikan ini. Minggu, (24/11/2024). (Poto/istimewa).
Pekanbaru, Satuju.com - Pengurus komisariat Pergerakan Mahasiswa Islami Indonesia (PMII) STAI Al Azhar Pekanbaru menggelar pelantikan Pengurus Komisariat dan seminar “Moderasi Beragama”. Minggu, (24/11/2024).
Dalam sambutannya, Ketua PK PMII Al Azhar Pekanbaru masa khidmat 2024-2025 mengucapkan terima kasih atas dukungan dan dukungan kepada seluruh pihak terkait untuk mensukseskan pelantikan ini.
“Kami dari pengurus baru juga sangat optimis dengan kerjasama dan komunikasi yang baik, kepengurusan Komisariat yang ada akan melakukan perubahan untuk kemajuan organisasi PMII di komisariat STAI Al Azhar Pekanbaru-Riau demi terwujudnya Indonesia emas 2045,” kata M. Sopian.
Pada kesempatan yang sama, Ahmad Rizki Fauzi selaku Ketua PC PMII Kota Pekanbaru mengucapkan selamat kepada pengurus komisariat STAI AL Azhar Pekanbaru yang baru dilantik. Ia berharap Muhammad Sopian beserta jajaran pengurus lainnya dapat menjalankan tugas dengan baik “serta memberikan kontribusi nyata bagi kemajuan Komisariat Al Azhar,” katanya.
Usai seremoni pelantikan, acara dilanjutkan dengan seminar yang mengambil tema “Moderasi Beragama”.
Dalam seminar tersebut, materi disampaikan oleh Dr.Hendri Kroniko,M.sy yang merupakan dosen di kampus STAI Al Azhar Pekanbaru dan Supriadi S.pd yang juga wakil Ketua KNPI Kota Pekanbaru.
Dr.Hendri Kroniko,M.sy dalam paparannya menyampaikan termonologi moderasi beragama.
Ia mengatakan, Kata Moderasi jika dirujuk dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Moderasi dapat diartikan pengurangan kekerasan atau pengurangan keekstriman. Sedangkan didalam bahasa arab, sambung Hendri. Kata Moderasi dapat diartikan sebagai wasatiah (penengah) yakni dalam istilah cara pandang dan sikap praktek beragama yang melindungi martabat kemanusiaan dan melindungi kemaslahatan.
Dalam makna lebih luas Hendri menekankan Moderasi beragama kunci terciptanya toleransi. “Ummat yang moderat merupakan salah satu prinsip dalam beragama, artinya tidak hanya membahas masalah ibadah, namun juga muamalah," kata Dr. Hendri Kroniko.
Dr.Hendri Kroniko membagi moderasi dalam 3 wujud, yaitu Moderasi dalam masalah aqidah, Moderasi dalam Syariah yang artinya tidak boleh saling menyalahkan, dan moderasi dalam akhlak.
“Apabila bisa kita terapkan moderasi tersebut insyaallah hidup damai dan nyaman serta harmonis karena moderasi beragama bersumber dari al quran," ujarnya.
Di akhir pemaparannya, dosen STAI Al Azhar Pekanbaru itu menyampaikan Penguatan Moderasi Beragama dalam masyarakat bisa dilakukan oleh tokoh masyarakat, dalam pendidikan formal dan non formal yang memberikan penguatan nilai moderasi beragama dalam bahan ajar.
“Kemudian bagian keagamaan bisa di kuatkan oleh tokoh agama, organisasi islam termasuk PMII. Dan masih banyak lainnya.” Tutup Dr.Hendri Kroniko,M.sy
Senada dengan Dr.Hendri Kroniko,M.sy. Supriadi Nst, S.Pd yang memberi materi kedua menyampaikan moderasi dalam bahasa arab disebut dengan Tawassuth, yakni meletakkan diri ditengah. Artinya menerima perbedaan dan memiliki tenggang rasa dengan pemeluk agama lainnya.
Supriadi menjelaskan, moderasi agama telah ada semenjak zaman Nabi Muhammad SAW yang pada masa itu terjadi konflik hingga terciptanya perjanjian Hudaibah. Perjanjian Hudaibah merupakan cikal bakal moderasi beragama.
“Terjadinya banyak konflik di beberapa tempat menyebabkan kekerasan dan perpecahan, sehingga moderasi beragama menjadi kunci perdamaian di seluruh manusia," terang Supardi.
Pada konteks kekinian, Supardi mejelaskan, mahasiswa memiliki peran dalam penguatan moderasi beragama. Ia mejelaskan tugas tersebut sebagai seorang mahasiswa bukan hanya sebagai seorang penilai, tetapi menerima segala keadaan.
“Artinya, perbedaan-perbedaan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat baik dari adat ataupun agama, mahasiswa bukan memberikan penilaian mana yang paling baik, tapi adalah menerima dan memposisikan diri di tengah-tengah agar dapat menciptakan perdamaian.” Kata Supardi mejelaskan peranan mahasiswa dalam penguatan moderasi beragama di tengah masyarakat.
Sebagai Mahasiswa sambung Supardi, yang harus ditekankan ialah tidak dibenarkan nya pemaksaan dalam beragama, ataupun melakukan intimidasi, saling fitnah, menyebarkan berita yang didasari ketidak sukaan kepada agama tertentu. “Peran kita sebagai mahasiswa untuk mencegah itu semua," katanya.
Pada seminar tersebut juga disisipkan agenda tanya jawab peserta. salah seorang peserta bertanya bagaimana menciptakan moderasi beragam ketika tidak ada perjanjian yang disepakati?
Beberapa konflik yang terjadi, sebenarnya tergantung kita bagaimana menyikapi konflik tersebut? Sebagai mahasiswa yang berperan lah netral agar dapat memberikan contoh sehingga dapat terciptanya perdamaian. Jawab pemateri.
Diakhir acara, moderator memberikan kesimpulan hasil dari seminar tersebut. Dalam kesimpulannya menyatakan Moderasi beragama menjadi kunci perdamaian dari berbagai banyaknya perbedaan keyakinan. Mahasiswa memiliki peran penting untuk memberikan edukasi dan contoh penerapan nilai moderasi beragama demi menjaga keutuhan bangsa.
“Apabila nilai nilai tersebut dapat diterapkan, perpecahan dan kekerasan rasis dan sebagainya dapat diminimalisir. Salah satu tugas mahasiswa adalah agen perubahan dan agen kontrol, dengan menjaga nilai-nilai moderasi beragama, mahasiswa diharapkan mampu memberikan perdamaian dan keharmonisan hidup beragama,” tutup moderator.

