Peneliti LSAK Sorot Ketidakjelasan Pegembalian Uang Hasil Korupsi yang Disita APH
Peneliti Lembaga Studi Anti Korupsi (LSAK), Ahmad Hariri
Jakarta, Satuju.com - Peneliti Lembaga Studi Anti Korupsi (LSAK), Ahmad Hariri, menyoroti ketidakjelasan pengembalian uang hasil korupsi yang telah disita oleh aparat penegak hukum (APH), khususnya Kejaksaan Agung (Kejagung). Menurutnya, selama ini masyarakat lebih banyak disuguhkan tindakan penegakan hukum yang spektakuler, namun minimnya transparansi dalam pengembalian uang yang telah dikorupsi. Selasa (11/3/2025).
"Ramainya sindiran di masyarakat menunjukkan bahwa aparat penegak hukum hanya membangun pertunjukan kasus agar disebut hebat. Tapi, pengembalian hasil korupsi dari kasus yang telah ditangani justru paling minim," ujar Hariri dalam keterangan tertulisnya, Senin (10/3/2025).
Hariri menegaskan, seharusnya KPK dan Kejagung dapat memberikan jawaban yang jelas mengenai mana aliran uang hasil korupsi yang telah disita.
Sepanjang periode 2019-2024, KPK melaporkan telah mengembalikan lebih dari Rp2,5 triliun ke kas negara. Namun, Kejagung justru jarang memberikan laporan rinci mengenai pemulihan aset dari kasus korupsi yang mereka tangani, meskipun sering mengumumkan besarnya potensi kerugian negara serta penyitaan aset para koruptor.
“Sayangnya, tidak banyak data yang rinci melaporkan pemulihan aset korupsi oleh Kejagung,” ungkapnya.
Menurut Hariri, permasalahan ini semakin memperkuat anggapan bahwa pemberantasan korupsi di Indonesia lebih banyak terfokus pada kepentingan politik dibandingkan pemulihan keuangan negara dan ekonomi rakyat.
“Kalau melihat data, aset yang diberitakan oleh KPK dan Kejagung jumlahnya jauh lebih kecil dibandingkan dengan nilai kerugian negara akibat korupsi. Jadi wajar kalau setengah dari masyarakat menilai pemberantasan korupsi hanya sebatas kepentingan politik,” tegasnya.
Selain APH, Hariri juga menyoroti peran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang seharusnya bertanggung jawab dalam memastikan bahwa uang hasil korupsi benar-benar kembali ke rakyat.
Tanpa transparansi dan pengawasan ketat, uang yang diklaim telah disimpan dari tangan koruptor hanya akan menjadi angka di atas kertas tanpa dampak nyata bagi masyarakat.
Masyarakat perlu terus mengawasi dan menuntut transparansi dari Kejagung, KPK, dan Kemenkeu agar hasil pemberantasan korupsi tidak hanya menjadi wacana, tetapi benar-benar memberikan manfaat bagi negara dan rakyat.

