Dugaan Pungli Dana BOS Miliaran di Rohil, Ipemarohi Jakarta: APH Harus Periksa Kabid Tendik!
Ketua Umum Ipemarohi Jakarta, Syarif
Jakarta, Satuju.com - Isu tidak sedap tengah menyasar dunia pendidikan di Rokan Hilir. Mencuat dugaan pungutan pembohong (pungli) Dana BOS yang diduga dilakukan oleh oknum pejabat di lingkungan Dinas Pendidikan Rokan Hilir.
Dugaan praktik pungli ini diungkapkan oleh Ketua Ikatan Pelajar Mahasiswa Rokan Hilir (Ipemarohi) Jakarta setelah menerima pengaduan dari masyarakat dan sejumlah kepala sekolah dasar (SD) negeri yang diduga menjadi korban.
Ketua Umum Ipemarohi Jakarta, Syarif, menyampaikan bahwa pihaknya akan menyampaikan surat kepada Inspektorat dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Rokan Hilir guna menyelidiki dugaan pungli Dana BOS tersebut.
“Apabila tidak ada respon dari Kejari maupun Inspektorat, kami sebagai mahasiswa akan terus mengawali kasus ini hingga ke pemerintah pusat,” tegas Syarif.
Syarif menuturkan bahwa sejumlah kepala SD negeri sebelumnya mengadukan praktik dugaan pungli Dana BOS yang dilakukan oleh oknum Kepala Bidang Tenaga Kependidikan (Tendik) berinisial FM. Setoran yang harus diberikan bervariasi, mulai dari Rp2,5 juta hingga Rp3 juta, dengan dalih biaya verifikasi.
“Berdasarkan pengaduan yang kami terima, oknum Kabid Tenaga Kependidikan diduga melakukan pemerasan dan pungli kepada kepala sekolah dengan meminta setoran dana sebesar Rp2,5 juta hingga Rp3 juta. Dugaan ini bahkan telah berlangsung selama bertahun-tahun,” tuturnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa jumlah SD di Rokan Hilir mencapai sekitar 200 hingga 300 sekolah. Jika setiap sekolah mengenakan pungutan sebesar Rp3 juta, maka total dugaan pungli ini bisa mencapai lebih dari Rp900 juta per tahun.
Sebagai Ketua Ipemarohi Jakarta yang tengah menyelesaikan pendidikan di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Syarif menyayangkan adanya dugaan pungli Dana BOS yang dilakukan oleh FM sebagai Kabid Tenaga Kependidikan Rokan Hilir. Menurutnya, hal ini dapat merusak citra pendidikan di Kabupaten Rokan Hilir.
“Jika praktik ini benar-benar terjadi, maka selain mencoreng dunia pendidikan di Rokan Hilir, perbuatan ini juga melanggar Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi,” tegasnya.

