INPEST Soroti Perpres 5/2025: Kawasan Hutan Diselamatkan atau Dijual ke Sawit?

Ketua Umum Nasional Lembaga Independen Pembawa Suara Transparansi (INPEST), Ir. Ganda Mora, S.H., M.Si

Jakara, Satuju.com - Pasca terbitnya Undang-Undang Omnibus Law No. 11 Tahun 2020, pihak-pihak yang menguasai hutan negara diberikan pengampunan melalui prosedur pinjam pakai satu daur. Mereka dikenakan sanksi administratif berupa pembayaran denda keterlanjuran. Akibatnya, hampir semua perusahaan dan pemilik kebun sawit diarahkan untuk mendaftar dalam prosedur pinjam pakai berdasarkan Pasal 110A dan 110B dalam jangka waktu tiga tahun.

Selama periode tersebut, hampir seluruh perusahaan dan pemilik lahan di kawasan hutan menjadi objek hukum berdasarkan luas wilayah yang mereka kuasai. Prosedur pinjam pakai sedang dalam proses, namun secara tiba-tiba, pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan.

Kebijakan ini mengakibatkan objek hukum yang telah diinventarisasi dalam database pemerintah mengalami inspeksi mendadak (sidak) dan penyertaan baru. Informasi yang beredar menyebutkan bahwa lahan-lahan tersebut akan dikuasai oleh negara dan dikelola oleh perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bidang perkebunan, yaitu PT Agrinas Palma Nusantara.

Ketua Umum Nasional Lembaga Independen Pembawa Suara Transparansi (INPEST), Ir. Ganda Mora, SH, M.Si., menilai langkah ini memiliki dua sisi yang bertolak belakang. Dari perspektif penyelamatan kerugian negara, INPEST mendukung kebijakan tersebut karena berpotensi meningkatkan pendapatan negara. Namun, dari sisi lingkungan hidup, kebijakan ini hanya dinilai sebagai legalisasi kawasan hutan untuk bisnis kelapa sawit, bukan untuk mengembalikan fungsi awalnya sebagai hutan.

“Kami melihat pemerintah melegalkan kawasan hutan tersebut karena setelah disita dan dikuasai, lahan tersebut tetap digunakan untuk bisnis kelapa sawit, bukan untuk dikembalikan ke fungsinya semula sebagai hutan,” ujar Ganda Mora kepada wartawan pada Jumat (21/02/2025).

Lebih lanjut, Ganda Mora menyarankan agar penguasaan lahan perkebunan di kawasan hutan cukup dilakukan dalam satu daur saja sebelum dikembalikan ke fungsi hutan, terutama untuk kawasan lindung dan konservasi. Sementara itu, untuk kawasan hutan konversi, ia menyarankan agar statusnya dapat dilepaskan menjadi tujuan lain. Namun, untuk Hutan Produksi (HP), Hutan Produksi Konversi (HPK), Hutan Lindung, dan Hutan Konservasi, Ganda Mora menegaskan bahwa seharusnya cukup satu daur dan setelahnya harus segera dihutankan kembali.

Kebijakan ini masih menuai pro dan kontra di berbagai kalangan, terutama dari aspek lingkungan dan tata kelola hutan. Pemerintah diharapkan memberikan kejelasan terkait arah pengelolaan kawasan hutan agar tidak hanya menguntungkan aspek ekonomi, tetapi juga tetap menjaga kelestarian lingkungan.