SEHAT
Ilustrasi. (poto/net).
Oleh: Dr. H. K. Suheimi
Sehat itu bukan sekadar tubuh
tapi jiwa, akal, dan rasa sosial
yang hidup, produktif, dan menghasilkan.
Sehat itu tubuh yang kuat,
jiwa yang tenang,
hidup yang produktif
dan memberi arti.
Lihatlah pohon setiap pagi
pucuknya menyembul, tunasnya tumbuh,
ia memberi tanda: aku hidup, aku sehat.
Tapi bila tiada lagi tunas baru,
seminggu kemudian ia layu,
daun gugur, batang rebah—
mati tak bersisa.
Begitulah manusia yang tak menghasilkan
bagai pepatah Minang berkata:
“Daripada hidup bercermin bangkai,
lebih baik mati berkalang tanah.”
Adanya tak terasa,
masuk tak menggenapkan, keluar tak mengganjilkan.
Seperti timun bungkuk masuk karung,
ada tapi tak terhitung.
Maka sehat adalah harus produktif,
menjadi cahaya bagi diri dan sesama.
Tubuh terjaga, jiwa terbangun,
seperti syair bangsa:
“Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya.”
Diulang orang bijak:
“Dalam tubuh sehat, ada pikiran waras.”
Sehat adalah berhitung dengan waktu,
apakah ia membawa untung atau rugi.
Rugi—bila iman tak bertambah.
Rugi—bila amal tak bertambah.
Rugi—bila kebenaran tak bertambah.
Rugi—bila sabar tak bertambah.
Uang hilang bisa diganti,
tapi waktu hilang tak pernah kembali.
Detik-detik paling berharga
adalah Ramadhan yang mulia:
Nabi diangkat jadi Rasul,
Al-Qur’an diturunkan,
Badar dimenangkan,
Mekah ditaklukkan,
kemerdekaan bangsa diproklamasikan.
Semua di bulan Ramadhan.
Ramadhan mengajarkan:
selesai sahur—shalat berjemaah,
selesai shalat—bertebaranlah di bumi,
cari rezeki Allah,
gerakkan tangan, gerakkan kaki.
Karena anggota yang tak bergerak
akan keropos, rapuh, mudah patah.
Ngilu di sendi, sakit di tulang—
itulah neraka dunia.
Maka bergeraklah, berusahalah,
jangan tidur selepas subuh.
Satu kerja selesai,
kerjakan yang lain.
Bukannya berpangku tangan.
Dengan amal nyata, pahala menumpuk.
Puasa jadi kekuatan,
badan sehat, jiwa teguh,
pahala berlipat,
hingga kita layak disebut pahlawan.
Allah mengingatkan:
Ada hati, tapi tak dipakai untuk mengerti.
Ada mata, tapi tak dipakai untuk melihat.
Ada telinga, tapi tak dipakai untuk mendengar.
Mereka bagaikan ternak, bahkan lebih sesat.
Maka janganlah lalai,
jangan habiskan umur dengan malas.
Bangkitkan etos kerja,
hidupkan otak, mata, telinga,
gerakkan tangan, hidupkan hati.
Karena puasa bukan melemahkan,
tapi membangkitkan.
Puasa menumbuhkan sehat,
dan di tubuh yang sehat
ditemukan akal yang waras.
Mens sana in corpore sano.

