Tragedi 894 Petugas KPPS: Luka Demokrasi yang Belum Terjawab
Ilustrasi.(Poto/net)
Penulis: Damai Hari Lubis, Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum dan Politik)
Satuju.com - Entah berapa total triliun rupiah yang dihabiskan oleh Jokowi dan dari mana asal uang tersebut didapat oleh tim pemenang kampanye Jokowi untuk mengalahkan Prabowo Subianto.
Namun, refleksi yang terus melekat dalam ingatan masyarakat bangsa ini tentu menghadirkan 'sorot balik' terhadap tragedi nyata yang sulit hilang dari benak masyarakat: sejarah kemenangan Jokowi vs Prabowo pada tahun 2019 menyisakan prahara kematian sebanyak 894 petugas KPPS. Mereka adalah sosok pejuang demokrasi di tanah air yang gugur meninggalkan duka mendalam, keluarga yang kehilangan, anak-anak yang menjadi yatim, dan para istri yang ditinggalkan sebagai janda. Hingga kini, tragedi itu masih menyisakan misteri.
Konstitusi kita (UUD 1945) dengan jelas menegaskan Indonesia sebagai Negara Hukum. KUHP pun dengan tegas mengatur bahwa barang siapa dengan sengaja (dolus) atau merencanakan (moorden) merampas nyawa orang lain, atau karena kelalaiannya (culpa) menyebabkan hilangnya nyawa orang lain, dapat dikenakan sanksi pidana berat, hingga hukuman mati.
Maka, pasca Presiden Prabowo mengganti Kapolri Listyo Sigit dengan Jenderal Polisi yang baru, diperkirakan kasus kematian ratusan petugas KPPS dapat terungkap. Termasuk mengusut para pelaku langsung (uilokker) maupun otak di baliknya (intelectual dader) yang memberi perintah. Hal serupa terjadi pada kasus lain seperti rencana pembunuhan di Tol KM 50 Cikampek—yang meski sudah diadili, justru berakhir vonis bebas (onslag).
Mudah-mudahan, Kapolri baru mampu membuka kembali tabir misteri tersebut, sehingga hukum di Indonesia tidak hanya berhenti sebagai teks di atas kertas, melainkan benar-benar ditegakkan secara objektif, profesional, proporsional, akuntabel, dan transparan. Oleh karena itu, hukum harus memberikan kepastian dan keadilan, terutama bagi keluarga korban.
Analisis Tambahan Damai Hari Lubis (DHL)
Poin-Poin Utama
Kematian Petugas KPPS
Tragedi 894 petugas KPPS pasca Pilpres 2019 menjadi luka demokrasi. Bagi DHL, kasus ini bukan hanya statistik, tetapi meninggalkan duka lara pada keluarga korban: anak yatim dan para janda.
KUHP dan Pertanggungjawaban Hukum
DHL menekankan relevansi KUHP dalam menjerat pihak-pihak yang bertanggung jawab, baik karena kesengajaan (dolus), perencanaan (moorden), maupun kelalaian (culpa).
Kasus Tol KM 50
Tragedi KM 50 dianggap sebagai contoh pembunuhan berencana yang belum tuntas. DHL menaruh harapan agar Kapolri baru mengusut ayah intelektual di balik peristiwa tersebut.
Negara Hukum
DHL mengingatkan bahwa Indonesia adalah Negara Hukum sesuai UUD 1945. Artinya, penegakan hukum harus dijalankan dengan prinsip objektif, profesional, proporsional, akuntabel, dan transparan.
Harapan dan Konteks
Pengungkapan Kasus: DHL berharap misteri kematian petugas KPPS dan kasus Tol KM 50 dibuka kembali demi kepastian hukum dan keadilan.
Kapolri Baru: Kepemimpinan Kapolri yang baru di era Presiden Prabowo menjadi momentum penting untuk menuntaskan kasus-kasus besar tersebut.
Prinsip Negara Hukum: Hukum harus hadir nyata, bukan sekedar jargon, agar masyarakat percaya pada sistem keadilan di Indonesia.
Catatan
Analisis DHL mencerminkan kepedulian terhadap penegakan hukum dan HAM di Indonesia. Kasus-kasus yang ia soroti mencerminkan kompleksitas tantangan hukum, politik, dan demokrasi yang harus dihadapi bangsa ini.

