Bayang Jokowi di Era Prabowo: Antara Kekuasaan, Hukum dan Ekonomi
Ilustrasi. (poto/AI).
Penulis: Damai Hari Lubis, Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum dan Politik)
Satuju.com - Jokowi masih kuat, Ia berani secara transparansi menyampaikan isi pesannya yang Ia tujukan kepada para pengikutnya perihal "kawal Prabowo dan Gibran sampai dengan 2 periode. Hal pesan ini mengindikasikan Jokowi masih kuat dari sisi perspektif Politik Hukum dan Politik Ekonomi.
Politik Hukum
Isi pesan politik Jokowi tersebut, berupa "ketegasan", bahwa seluruh anggota partai yang berada di Senayan dari mana pun asalnya bahkan termasuk utusan daerah, harus mengawal dan menyelamatkan Kursi RI 2 Gibran sampai masa akhir jabatannya.
Tidak cukup disitu, makna lain pesan politik Jokowi, walau terlalu dini (prematur) dan menyimpang dari undang- undang pemilu, namun nyata Jokowi berani menginstruksikan partai partai agar memberi tiket kepada Gibran untuk periode ke 2 (2029-2034) sesuai persyaratan pemilu pilpres.
Selebihnya kesan dan pesan Jokowi eksplisit sebagai "mendikte" Presiden RI untuk wajib menjadi Capres dan berpasangan kembali dengan Gibran di pemilu 2029-2034.
Namun mengingat Jokowi secara umum sering pernyataannya menggunakan teori terbalik atau membohongi publik, maka prediktif yang diucapkan oleh Jokowi adalah kebalikan daripada isi pesannya, yaitu "Gibran mesti menggantikan RI 1 dalam jangka 2 tahun".
Tanda tanda dominasi Jokowi masih teramat kuat pada peta politik hukum dan kekuasaan di tanah air, nampak dari gelagat pihak kejaksaan terkait Silfester Matutina yang hanya saling lempar tanggung jawab internal, sehingga terbukti pihak kejaksaani tidak berani mengeksekusi karena Silfester adalah tangan kanan Jokowi untuk arus bawah, walau nyata putusan telah berkekuatan pasti (inkracht). Maka bisa dibayangkan bagaimana andai kejaksaan terbentur kasus elite politik partai atau sekelas menteri ? Semisal Yaqut, Budi Arie, atau Firly Bahuri (eks Ketua KPK) dan atau Anwar Usman Ipar Jokowi, LBP, Muhaimin atau Airlangga, serta Zulhas atau Tito?
Politik Ekonomi
Erick Thohir tangan kanan Jokowi, masih menjabat sebagai Ketua Dewan Pengawas Pengelola Investasi (BPI) Danantara, meskipun ia telah dipindahkan dari posisi Menteri BUMN ke Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora). Ini fenomena gejala gejala nyata politik ekonomi walau telah dilakukan perombakan kabinet oleh Presiden Prabowo Subianto, namun realitas tidak mempengaruhi posisi Erick sebagai Ketua Dewan Pengawas BPI Danantara.
Lalu bagaimana dengan konglomerat '9 naga' yang identik merupakan raja raja bisnis yang dekat dengan Jokowi yang eks presiden ?
Tentu irama bisnis (perekonimian) tanah air ikut terimbas ketika mereka menghentikan atau dihentikan (dibatasi) ruang bisinisnya? Terlebih rasa sensitif daripada penggantian era kekuasaan akan mempengaruhi faktor kedekatan dan otomatis merasa khawatir peluang ladang bisnis yang tadinya mereka kuasai, akan disambar oleh kelompok pebisnis yang ditengarai ada tepat disebelah sang presiden. Sebut saja semisal kelompok cendana dan atau kelompok Hashim Djoyohadikusumo?
Maka 'one way ticket,' agar negara dan bangsa ini tidak tersandera atau terjajah ekonomi dari para pebisnis yang berniat mengutungkan diri sendiri dan atau kelompoknya saja, hasilnya dominan menyengsarakan mayoritas rakyat, maka Presiden RI ke 8 Prabowo harus bersikap tegas dan berani bersandar cukup kepada ketentuan sistim hukum (rule of law) dengan pola due legal process (sesuai ketentuan) dan equalitas (tidak pilih tebang), termasuk menggantikan menteri menteri yang terpapar residu saat durasi kepemimpinan Jokowi dengan sosok sosok yang fresh dan kredibel.
Jika Presiden Prabowo melulu bersandar kepada rule of law, maka apapun yang bakal terjadi, jika demi menjaga integrasi bangsa negara dan tanah air tetap bersatu dan harmonis, ibarat pepatah kepala jadi kaki, kaki menjadi kepala, andai sekalipun mesti berbenturan "versus Jokowi dan kroni 9 naga" atau siapapun pihak yang berniat menjajah perekonomian bangsa ini, mudah mudahan mayoritas rakyat bangsa ini berkesiapan untuk bersama sama Presiden RI merasakan beban akibat langit yang runtuh (fiat justitia ruat caelum).

