DJP Ungkap Modus Terbesar Tindak Pidana Pajak 2024
Ilustrasi. (poto/net).
Jakarta, Satuju.com - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengungkapkan bahwa sepanjang 2024, modus tindak pidana perpajakan yang paling banyak terjadi adalah penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) yang tidak benar. Temuan tersebut dipaparkan dalam Laporan Tahunan DJP 2024 yang mencatat total 112 kasus tindak pidana perpajakan dengan tujuh jenis modus operandi.
“Dari jumlah tersebut, modus operandi terbesar adalah menyampaikan SPT tidak benar,” demikian laporan tersebut, dikutip Sabtu (6/12/2025).
Pada tahap penyidikan, DJP melaporkan 86 berkas perkara telah dinyatakan lengkap oleh kejaksaan (P-21) dan siap dilimpahkan ke tahap penuntutan. Selain itu, terdapat 26 kasus yang diselesaikan melalui penerapan sanksi administratif, setelah wajib pajak mengajukan penghentian penyidikan sesuai Pasal 44B Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).
Dari total 112 kasus yang ditangani, DJP merinci tujuh kategori modus operandi sebagai berikut:
1. Menerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak fiktif atau tidak berdasarkan transaksi sebenarnya: 43 kasus.
2. Menyampaikan SPT tidak benar: 59 kasus.
3. Tidak menyetorkan pajak yang telah dipungut: 52 kasus.
4. Tidak menyampaikan SPT: 41 kasus.
5. Tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan korporasi: 1 kasus.
6. Tidak mendaftarkan NPWP/PKP atau menyalahgunakannya: 2 kasus.
7. Turut serta dalam tindak pidana perpajakan: 2 kasus.
DJP menegaskan bahwa penegakan hukum di bidang perpajakan akan terus diperkuat untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak sekaligus menekan ruang gerak pelaku kejahatan perpajakan.

