Mahfud MD: Kasus Tuduhan Ijazah Jokowi Berpotensi Langgar HAM

Mahfud MD. (poto/ist)

Jakarta, Satuju.com — Pakar Hukum Tata Negara Mahfud MD memberikan analisis kritis terhadap polemik hukum yang menjerat Roy Suryo, Dokter Tifa, dan Rismon Sianipar terkait tudingan keaslian ijazah Presiden Joko Widodo.

Menurut Mahfud, penanganan perkara tersebut berpotensi melanggar hak asasi manusia (HAM) apabila tidak dijalankan secara adil dan berlandaskan prinsip pembuktian yang benar.

Mahfud menegaskan bahwa inti persoalan bukanlah perdebatan soal kemiripan atau identitas fotokopi ijazah, melainkan keberadaan dokumen asli. Tanpa kehadiran ijazah asli Presiden Jokowi sebagai bukti primer, kasus tersebut dinilai kehilangan dasar hukum yang kuat.

“Ijazah itu asli atau tidak, tidak boleh bicara identik. Yang dipersoalkan adalah asli atau tidak. Mana aslinya? Karena inti persoalan ini adalah apakah ijazah itu asli atau palsu,” ujar Mahfud, dikutip dari kanal YouTube Mahfud MD Official, Rabu (17/12/2025).

Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan itu menekankan bahwa setiap tuduhan hukum harus disertai bukti yang sah dan kuat. Dalam prinsip hukum, baik perdata maupun pidana, berlaku asas actori incumbit probatio—siapa yang menuduh, dialah yang wajib membuktikan.

“Kalau dikatakan ini palsu, tentu harus ada indikasinya. Tapi kemudian pertanyaannya, mana aslinya? Itu yang harus ditunjukkan,” jelasnya.

Lebih lanjut, Mahfud menyoroti peran jaksa sebagai pihak yang bertanggung jawab menghadirkan bukti dalam persidangan. Sebagai pengacara negara, jaksa berkewajiban mencari dan menampilkan ijazah asli guna memastikan proses hukum berjalan objektif, adil, dan transparan.

Apabila bukti utama tersebut tidak dapat dihadirkan, hakim memiliki kewenangan untuk menyatakan perkara tidak dapat dilanjutkan karena tidak memenuhi unsur pembuktian.

“Jika dikatakan ini asli atau palsu, tetapi aslinya tidak pernah ada di persidangan, hakim seharusnya meminta jaksa menghadirkan bukti itu. Tuduhannya kan terkait pasal-pasal tertentu, termasuk di UU ITE,” kata Mahfud.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu juga menilai tidak adil jika Roy Suryo dan pihak lainnya langsung dinyatakan melakukan fitnah, sementara bukti kunci yang menjadi pokok perkara justru tidak pernah diperlihatkan di hadapan hukum.

Mahfud bahkan secara tegas mengingatkan adanya potensi pelanggaran HAM apabila kasus tersebut tetap dipaksakan tanpa memenuhi standar pembuktian yang fundamental.

“Ini bukan hanya soal Roy Suryo, Dokter Tifa, atau Rismon. Ini menyangkut masa depan penegakan hukum dan masa depan bangsa. Jika pembuktian diabaikan, itu pelanggaran hak asasi manusia,” tegas Mahfud.