Kontroversi Perwako RT/RW, Akademisi Peringatkan Ancaman Konflik Sosial
Akademisi Fakultas Hukum Universitas Lancang Kuning (Unilak) sekaligus Sekretaris Eksekutif Riau Care Institut, Dr. Andrizal, S.H
Pekanbaru, Satuju.com — Akademisi Fakultas Hukum Universitas Lancang Kuning (Unilak) sekaligus Sekretaris Eksekutif Riau Care Institut, Dr. Andrizal, S.H., M.H., menilai Peraturan Wali Kota (Perwako) Pekanbaru Nomor 48 Tahun 2025 tentang Pedoman Pemilihan dan Pengesahan serta Pengukuhan Ketua RT dan RW berpotensi menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.
Hal tersebut disampaikan Andrizal saat diwawancarai media, menyikapi polemik yang muncul akibat regulasi baru terkait mekanisme pemilihan Ketua RT dan RW di Kota Pekanbaru. Menurutnya, aturan tersebut perlu dikritisi secara bijak dan menjadi perhatian bersama Pemerintah Kota Pekanbaru, DPRD, serta seluruh komponen masyarakat agar tidak menimbulkan konflik berkepanjangan yang dapat mengganggu pelayanan publik.
“Kita melihat sudah muncul keresahan di masyarakat. Ini ditandai dengan hadirnya sejumlah perwakilan RT dan RW yang mendatangi DPRD Kota Pekanbaru pada Kamis, 18 Desember 2025, dan meminta agar Perwako tersebut dibatalkan,” ujar Andrizal.
Ia memaparkan, terdapat sejumlah ketentuan dalam Perwako 48 Tahun 2025 yang dinilai problematik. Salah satunya terkait tahapan pemilihan Ketua RT dan RW sebagaimana diatur dalam Pasal 3, yang meliputi tahapan pra-pemilihan, uji kelayakan dan kepatutan, pemilihan, pengesahan, hingga pengukuhan.
Selain itu, ketentuan Pasal 4 dan Pasal 5 yang mengatur peran lurah dan camat dalam proses pengesahan serta pengukuhan Ketua dan Pengurus RT dan RW juga dinilai berpotensi menimbulkan multitafsir dan membuka ruang intervensi administratif yang berlebihan.
Sorotan lain disampaikan Andrizal terhadap ketentuan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) bagi bakal calon Ketua RT dan RW sebagaimana diatur dalam Pasal 6. Dalam aturan tersebut, lurah menjadi pihak yang menyelenggarakan uji kelayakan dengan sejumlah indikator penilaian, mulai dari komitmen pelayanan masyarakat, kepemimpinan, keamanan lingkungan, hingga integritas dan rekam jejak sosial.
“Ini berpotensi bermasalah. Siapa yang berwenang menilai? Apa indikatornya? Bagaimana kompetensi penilainya? Jika tidak diatur secara jelas, ini bisa menimbulkan persoalan hukum di kemudian hari,” tegasnya.
Tak hanya itu, mekanisme pemilihan Ketua RT dan RW melalui musyawarah mufakat tanpa pemungutan suara sebagaimana diatur dalam Pasal 12 Perwako 48 Tahun 2025 juga dinilai bertentangan dengan Peraturan Daerah (Perda) Kota Pekanbaru Nomor 12 Tahun 2002 tentang RT dan RW, yang lebih menekankan pada pemilihan langsung melalui panitia pemilihan.
“Jika disandingkan, terlihat jelas adanya pertentangan norma antara Perwako dan Perda. Dalam asas hukum lex superior derogat legi inferiori, peraturan yang lebih tinggi kedudukannya harus diutamakan. Dalam hal ini, Perda Nomor 12 Tahun 2002 memiliki kedudukan lebih tinggi dibandingkan Perwako,” jelas Andrizal.
Ia mengingatkan, apabila Perwako tersebut tetap dipaksakan tanpa penyesuaian, maka berpotensi menimbulkan gugatan hukum dan konflik sosial dalam pelaksanaan pemilihan RT dan RW di Kota Pekanbaru.
Untuk itu, Andrizal mendorong agar Pemerintah Kota Pekanbaru dan DPRD kembali duduk bersama untuk mengevaluasi dan membahas regulasi tersebut secara komprehensif.
“Yang terpenting adalah menghadirkan regulasi yang adil, tidak bertentangan dengan aturan di atasnya, serta benar-benar berpihak pada kepentingan warga Kota Pekanbaru,” pungkasnya.

