Kesedihan Umat Kristiani di Gaza, Merayakan Natal Ditengah Gempuran Agresi Militer Israel
Gereja Keluarga Kudus Katolik Roma di Gaza
Gaza, Satuju.com - 50 ribu umat Kristen di Palestina harus merayakan natal ditengah gempuran agresi militer Israel.
Kegembiraan Natal mereka di tahun 2023 ini hilang, terutama setelah Gereja Ortodoks Yunani Saint Porphyrius dibom Israel pada Oktober lalu.
Kejadian itu tidak hanya merusak gereja tertua di Gaza, tetapi juga telah menghancurkan 18 orang, termasuk anak-anak.
Padahal, tahun demi tahun umat Kristen di Gaza biasanya merayakan Natal dengan penuh suka cita dan berbagai ritual yang menyenangkan. Namun, semua ritual tersebut pada tahun ini akan digantikan dengan upacara sederhana, berkabung dan berdoa, menyoroti realitas yang terjadi di wilayah tersebut.
Natal dari tahun ke tahun di Palestina adalah perayaan besar yang dirayakan semua orang. Bahkan Natal telah menjadi hari libur nasional bagi seluruh warga Palestina, bukan hanya milik umat Kristen, tapi semua agama di negara itu.
Otoritas Palestina bahkan mengira sebagai libur nasional. Saat Natal, kantor-kantor pemerintah biasanya tutup untuk menghargai perayaan umat Kristen.
Bahkan beberapa Muslim di Palestina juga akan mengunjungi Betlehem. Mereka menghadiri parade dan berfoto dengan pohon Natal.
"Bagaimana juga Yesus berasal dari Betlehem. Dan ini sangat berarti bagi kami warga Palestina," kata Pastor di Palestina, Pendeta munther Isaac melansir CNNIndonesia.
Berbagai tradisi unik dan menggembirakan itu kini harus berubah. Perayaan Natal tak lagi penuh suka cita, justru penuh kemuraman dan duka cita di Palestina.
Salah satu ritual Natal yang sangat penting di Palestina adalah prosesi bapak bangsa dari Yerusalem. Mengutip Al-Jazeera proses ini berlangsung pada 24 Desember bagi umat Katolik dan 6 Januari bagi para patriark Ortodoks.
Dalam prosesi ini, Sang Patriark akan diterima dari Yerusalem di Betlehem. Kemudian mereka akan berjalan melalui jalanan kota tua di Betlehem hingga mencapai Gereja Kelahiran, tempat diadakan doa bersama.
Di masa tidak berlangsung perang pun, pihak yang berwenang Israel dan polisi Palestina akan memulai kegiatan ini, tergantung wilayah mana yang dilalui dalam proses tersebut. Tentu saja, bagi masyarakat khususnya umat Kristen, prosesi kedatangan ini merupakan perayaan yang patut dirayakan.
Mereka juga disambut oleh beberapa kelompok pramuka dan band musik di seluruh Palestina. Orang-orang akan meninggalkan rumah untuk berjalan-jalan di kota, menyaksikan semangat Natal yang membahagiakan.
Sayang, di tengah kecamuk perang prosesi ini memang tetap berjalan. Namun, perayaannya sepi dan tampak muram. Malah tak ada band musik dan kelompok pramuka yang biasanya menciptakan hangatnya Natal.
Misa tengah malam dan Manger Square tanpa pohon Natal
Ketika proses tersebut sampai di gereja, doa akan berlanjut tepat pukul 17.00 waktu setempat. Kegiatannya juga akan berlangsung hingga tengah malam yang disiarkan untuk disaksikan banyak orang.
Bahkan Manger Square yang berada di Betlehem juga akan mendekorasi pohon Natal besar dengan berbagai pertunjukan lain yang menambah keceriaan. Tentu saja, tahun ini tak ada pohon Natal besar bahkan kecil pun tak ada di Manger Square.
“Masyarakat sipil dan beberapa seniman sedang mengerjakan sebuah tempat tidur bayi baru yang terbuat dari puing-puing sebagai tanda atas apa yang terjadi di Gaza,” kata Rahib gereja di Palestina.
Isaac tahu Natal dulu penuh suka cita, berbelanja di Betlehem jadi salah satu ritual penting yang sering dilakukan Isaac dan keluarga dulu, sebelum Israel menyerang kota mereka.
Dulu, beberapa pasar menjual pakaian dan dekorasi perayaan untuk musim liburan. Merupakan tradisi untuk membeli pakaian terbaik dari Yerusalem dan menyimpannya untuk Natal.
"Anda tahu bagaimana di Amerika Anda pergi ke mal besar? Kami biasa pergi ke Yerusalem. Kami tidak bisa melakukan apa-apa lagi," kata Isaac, melanggar ketatnya aturan perizinan di wilayah tersebut, yang membatasi mobilitas warga Palestina.
Natal adalah tentang kegembiraan dan suka cita. Pohon Natal yang besar menjadi pusat perhatian di setiap gereja, tempat pesta dan jamuan makan yang diadakan.
Tahun ini, pesta-pesta telah dibatalkan dan "tidak ada seorangpun yang berminat untuk menantikan pohon Natal", kata Isaac.

