Inul Daratista Protes Keras Kenaikan Pajak Hiburan

Inul Daratista

Jakarta, Satuju.com - Pemerintah diminta untuk membedakan perizinan dan aturan pajak untuk karaoke keluarga dan diskotek atau kelab malam oleh Pedangdut sekaligus pemilik tempat karaoke Inul Vizta, Inul Daratista.

Komentar tersebut disampaikan Inul disertai dengan adanya Undang-undang No.1/2022 Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang mengatur pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap atau SPA , ditetapkan paling rendah 40% dan paling tinggi 75%. Bukan tanpa alasan. 

Inul mengungkapkan, antara karaoke keluarga dan kelab malam dari sisi pendapatan sangat jauh berbeda. Apalagi, kelab malam meraup keuntungan besar karena menjual minuman beralkohol hingga live music. 

“Pendapatan tidak segede club malam. Ada LC-miras-VIP karaoke-Live music dll. Pendapatan mereka 1000x lipat gedenya daripada usaha saya,” jelas Inul melalui unggahan Instagramnya, dikutip Minggu (14/1/2024).

Meski diakui Inul usahanya diuntungkan karena mendapatkan izin usaha yang sama, yakni dapat menjual minuman beralkohol dan lainnya, tetapi kebijakan dikembalikan kepada masing-masing daerah. 

 “Meskipun kita diuntungkan karena izin sama, yang artinya boleh jualan juga, tapi berhubung setiap Perda (peraturan daerah) punya aturan lain dan banyak yang tidak izinkan, kami jualan hanya jus dan makanan sehat sesuai usaha kita yaitu karaoke keluarga,” ungkapnya.

Di sisi lain, adanya kenaikan pajak hiburan 40%-75% menjadi beban berat bagi pelaku usaha karaoke keluarga. Mengingat, usaha karaoke keluarga sedang pada tahap pemulihan pasca pandemi Covid-19. 

Selain itu, pendapatan bulanan karaoke bulanan juga digunakan untuk membayar royalti, sewa gedung, membayar karyawan, hingga biaya-biaya lainnya sehingga keuntungan yang diperoleh sangat sedikit. Sebelumnya, Inul mengungkapkan kekhawatirannya dengan adanya kenaikan pajak hingga 75% ini. 

Dia khawatir, kebijakan ini dapat membuat para pengusaha karaoke menggulung tikar hingga berakhir pada pemutusan hubungan kerja (PHK). “Kalau saya tutup semua karaoke saya, 5000 orang karyawan saya juga pastinya nggak bisa kerja untuk kasih makan keluarganya, belum lagi teman-teman saya yang lain ditotal malah ribuan lumpur yang terjadi..” jelasnya.

Menutupnya sejumlah tempat karaoke juga berdampak negatif terhadap komponis atau pencipta lagu hingga penyanyi, karena tidak adanya pembayaran royalti dari tempat karaoke. “Coba pajak hiburan cuma 20% masih wajar kita pengusaha hiburan juga bisa bernafas. Bayar royalti - bayar maintenance dan lain-lain sewa tempat apa semua gak dipikirin tah,” ujar Inul.