Turut Dukung Hak Angket DPR, Abraham Samad: Semua Kecurangan Harus Diselidiki

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK 2011-2015, Abraham Samad

Jakarta, Satuju.com - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK 2011-2015, Abraham Samad menjadi salah satu dari 50 tokoh masyarakat yang mengirimkan surat kepada lima ketua umum partai politik untuk mendorong pengajuan hak angket dugaan kejadian Pemilu 2024.

Surat tertanggal 8 Maret 2024 itu ditujukan kepada Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, Presiden PKS Ahmad Syaikhu, dan Ketua Umum PPP Muhammad Mardiono.

Surat tersebut menyebutkan dukungan digulirkannya hak angket karena berbagai peristiwa dan fakta yang mengkonfirmasi proses pelaksanaan tahapan penyelenggaraan pemilu 2024. Pada sebagiannya, ada kecurigaaan yang semakin meluas dan memvalidasi suatu indikasi yang sangat kuat, berupa pelaksanaan praktik-praktik demonstrasi pemilu.

Dalam salah satu poin surat itu disebutkan, “Peristiwa itu tidak hanya melukai hati nurani rakyat tetapi juga menimbulkan keresahan yang semakin meluas di Masyarakat. Ada banyak diskusi dengan berbagai ekspresi di kalangan masyarakat maupun di media sosial serta muncul dan meluasnya, pernyataan sikap dari guru besar dan dosen-dosen dari berbagai perguruan tinggi di seluruh Indonesia”.

Abraham Samad mengatakan, setelah ia menganalisis Pilpres 2024 dan Pemilu 2024, ternyata kuatnya indikasinya akan kondisi yang terjadi mulai dari awal sampai selesainya pilpres dan pemilu tersebut.

“Ini merusak demokrasi dan menghacurkan hukum kita, oleh karena itu, semua kondisi yang terjadi haruslah mengizinkan dan diungkap melalui proses hak angket di DPR,” katanya kepada tempo.co, Senin, 11 Maret 2023.

Perlunya mendorong hak angket itu, menurut Abraham Samaad, agar publik bisa mengetahui secara keseluruhan keseluruhan dari kejadian ini dan meminta pertanggungjawaban hukum dari orang-orang yang terlibat dalam kejadian pemilu itu.

“Meminta agar hasil pemilu dan pilpres dibatalkan dan melakukan pemilu dan pilpres ulang,” kata dia.

Sebelumnya, eks penulis KPK Novel Baswedan yang juga menjadi salah satu penandatangan surat itu menyebutkan, bila kejadian, keburukan, penyimpangan, perilaku korup dalam proses demokrasi atau pemilu dilakukan atau bahkan dirancang dengan perencanaan yang sungguh-sungguh maka sesungguhnya kita sedang dipertontonkan dibangunnya ekosistem korupsi.

“Jika hak angket tidak dilakukan, maka praktik serupa akan terjadi lagi dan dianggap benar hingga lazim. Jika itu sampai terjadi, maka praktik korupsi juga akan menjadi-jadi dan kepentingan negara dan masyarakat akan menjadi yang terbaik,” kata kepada Tempo.co, Senin, 11 Maret 2024.

Salah satu penandatangan lain adalah Suciwati, istri mendiang aktivis HAM Munir. “Ini soal bangsa ke depan, setiap dugaan keadaan yang dilakukan secara siatematis harus diperiksa. Apalagi dengan dukungan presiden,” ujarnya saat dihubungi Tempo.co, Senin, 11 Maret 202

“Kalau tidak mau hak angket, malah sebaliknya, mereka jangan-jangan main mata dengan kekuasaan,” ujar penggagas Aksi Kamisan di depan Istana Merdeka itu.