Demi Jadi Anggota Tetap PBB, Ini Jalan Panjang yang Harus Dilalui Palestina
Bendera Palestina
Jakarta, Satuju.com - Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) status Persatuan Palestina di PBB menjadi sorotan.
Resolusi yang mendapat 149 dukungan ini membuat Palestina memiliki hak dan keistimewaan yang disebut mirip anggota tetap.
Palestina saat ini berstatus sebagai pengamat tetap. Sebetulnya, mereka sempat mengupayakan langkah serupa sebelumnya.
Pada tahun 1974, Palestina mengajukan diri untuk menjadi anggota tetap. Namun PBB menolak dan memberikan status "pengamat tetap".
Namun, status tersebut tak tertuang dalam Piagam PBB dan bersifat praktis.
Pada tahun 1998, PBB memberikan keistimewaan ke Palestina seperti hak untuk berpartisipasi dalam debat umum pada pertemuan awal Majelis Umum Sidang.
Palestina juga bisa menjadi co-sponsor resolusi dan memberikan delegasi status yang unik
Beberapa dekade setelah itu, Palestina kembali mengusulkan untuk menjadi anggota tetap. Namun, lagi-lagi upaya mereka terhenti.
Langkah Palestina muncul setelah tenggat waktu negosiasi solusi dua negara berakhir.
Namun, upaya itu dibatalkan karena tekanan Amerika Serikat. Pada tahun ini, AS mengancam akan memangkas dana badan kebudayaan PBB ini.
Pada tahun itu pula Otoritas Palestina diterima sebagai anggota penuh UNESCO, demikian dikutip dari Time.
Menangapi usulan Palestina, PBB kemudian memutuskan untuk memberi status "pengamat non-anggota," demikian dikutip CNN.
Sebelumnya, status Palestina adalah entitas pengamat non anggota.
Status pengamat tetap ini membuat Palestina bisa berpartisipasi dalam sebagian besar pertemuan di PBB dan mempunyai akses ke hampir semua dokumen terkait. Namun, pengamat tetap tak punya hak untuk memilih atau memberi suara.
Pengakuan baru itu juga merupakan peningkatan yang secara implisit akan mengakui negara Palestina.
Pada awal April tahun ini, di tengah agresi Israel di Gaza, Palestina kembali diusulkan untuk menjadi anggota penuh PBB.
Untuk menjadi anggota tetap, calon harus mendapatkan izin atau dukungan penuh dari DK PBB melalui resolusi.
DK lalu merekomendasikan penerimaan calon anggota Majelis Umum untuk mendapat persetujuan akhir. Di Sidang Majelis Umum, anggota tak bisa memveto resolusi, hanya bisa menolak, dikutip Associated Press.
Resolusi dianggap sah jika mendapat dukungan setidaknya Sembilan anggota DK PBB dan tidak ada anggota yang memveto.
Namun saat itu, Amerika Serikat memveto rancangan resolusi yang diusulkan anggota tak tetap DK PBB, Aljazair.
Draf itu " memberi rekomendasi kepada Majelis Umum agar negara Palestina diterima menjadi anggota penuh PBB."
Melihat situasi di Gaza, sebanyak 77 negara termasuk Indonesia mengusulkan resolusi terkait status anggota Palestina bertajuk "Penerimaan Anggota Baru di Amerika Serikat."
Resolusi itu mendapat dukungan 143 dari 193 anggota PBB, 25 abstain, dan sembilan negara menolak.
Negara-negara yang menolak di antaranya Ceko, Hongaria, Argentina, Mikronesia, Nauru, Palau, Papua Nugini, Israel, dan Amerika Serikat.
Resolusi ini membuat Palestina memiliki sejumlah hak dan keistimewaan.
Keistimewaan itu di antaranya bisa duduk di antara negara-negara anggota PBB, mengusulkan dan mensponsori resolusi, dipilih sebagai ketua sidang Majelis Umum PBB dan berbagai komite, serta berpartisipasi penuh dalam konferensi di bawah PBB.
Resolusi ini muncul saat agresi Israel di Gaza kian brutal dan setelah Dewan Keamanan PBB menolak usulan Palestina menjadi anggota tetap.

