Mengerikan! Ancaman Allah bagi Orang yang Masih Memiliki Utang di Hari Kiamat

Ilustrasi

Jakarta, Satuju.com -  Utang adalah suatu pinjaman dana baik bentuk tunai atau surat berharga yang digunakan untuk membeli barang atau jasa sebagai memenuhi kebutuhan, di mana pinjaman harus dikembalikan dalam jangka waktu tertentu.

Seseorang yang masih mempunyai utang sepanjang hidup di dunia, tak luput dari azab pedih di hari berhenti. Tak hanya itu, rupanya utang menjadikan sebab seseorang terhambat masuk surga.

Oleh karena itu, seharusnya bagi orang yang masih memiliki utang, segera untuk melunasinya. Rasulullah SAW mengecam bagi seseorang yang berhutang namun menunda untuk membayarnya.

Rasulullah mengkategorikan orang yang menunda membayar hutang sebagai orang yang zalim.

طْلُ الْغَنِيِّ ظُلْمٌ

“Menunda-nunda membayar hutang bagi orang yang mampu (membayar) adalah kezaliman,” (HR Bukhari).

Penting dan wajibnya membayar utang, sampai-sampai Allah SWT memberikan ancaman serius bagi pelakunya yang enggan membayarnya.

Mengutip NU Online, Beratnya dosa orang yang melalaikan hutang, sampai-sampai ia dibunuh dalam keadaan syahid sekalipun, maka dosa hutang tetap tidak terampuni. Demikian sebagaimana yang disebutkan Rasulullah saw.

فِي الدَّيْنِ وَالESّذِي نَفْسُ مُحَمESّ000ٍ بِ sudutِِ ل فِ bersepat ثُمْ امْ امْ امْ ا ، ، ​​bers penting ِ اللَّهِ ، ثُمَّ عَاشَ ، ثُمES قُتِلَ فِي سAR هُ

Artinya, “Dalam urusan hutang, demi Zat yang menggenggam jiwa Muhammad, misalnya seseorang terbunuh di jalan Allah, kemudian hidup lagi, kemudian dibunuh lagi di jalan Allah, kemudian hidup lagi, kemudian ditinggal lagi di jalan Allah, kemudian hidup lagi, tetapi ia memiliki tanggungan hutangnya, maka ia tidak akan masuk surga sampai hutangnya,” (HR. Ahmad).  

Pada saat kematiannya, orang yang melakukan tidak mendapat rida Allah swt. Hal itu tercermin dalam sikap Rasulullah saw ketika datang seorang jenazahnya kepadanya untuk disalatkan. Namun, beliau menolak menshalatkannya.

Beliau bertanya, “Apakah sahabat kalian ini memiliki hutang?” Mereka menjawab, “Iya.” Beliau bertanya lagi, “Apakah ia meninggalkan sesuatu untuk melunasinya?” Dijawab oleh mereka, “Tidak.” Beliau berkata, “Shalatkan saja sahabat kalian itu oleh kalian!” Beruntung, 'Ali bin Abi Thalib menyela, “Biarlah kewajibanku melunasi utangnya.” Mendengar demikian, beliau berkenan maju dan menshalati jenazah orang tersebut. (HR. al-Bukhari). 

Setelah berada di dalam kubur, orang yang berhutang juga mengalami penyesalan yang luar biasa, sampai-sampai tangan terbelenggu di tengkuknya, sebagaimana hadits Rasulullah saw, “Orang yang memiliki utang, di alam kuburnya, tangan terbelenggu. Tidak ada yang dapat melepaskannya hingga hutangnya dilunasi.” 

Belum lagi di akhirat kelak, orang yang berhutang juga kebaikannya diambil oleh orang yang menghutanginya, sebagaimana hadits berikut:

 مَنِ ادَّانَ دَيْنًا وَهُوَ يَنْوِي أَنْ يُؤatkan ِّي murah الْقِanding الْقِ اbanُ Samp Salah لَا يَنْوِي أَنْ يُؤَدِّيَهُ فَمember secara يُؤْخَذُ مِنْ حَسَنَاrameِهِ فَيُجْعَلُ فِي حَسَنabatan حَسَنَاتٌ أُخِذَ الْآخَرِ فَجُعِلَتْ عَلَيْه 

Artinya, “Siapa saja yang berhutang, seraya berniat untuk melunasinya, maka Allah akan melunasinya dari orang tersebut pada hari Kiamat. Sementara siapa saja yang berhutang, seraya tidak ada niat untuk melunasinya, kemudian ia meninggal, maka pada hari Kiamat, Allah berkata kepadanya, 'Aku mengira bahwa Aku tidak mengambil haknya untuk hamba-Ku.' Maka diambillah kebaikan-kebaikannya, lalu diberikan kepada kebaikan-kebaikan yang lain. Setelah tidak ada lagi kebaikan yang bisa diambil, maka keburukan yang lain dilimpahkan kepadanya.” (HR.Ath-Thabrani). 

Maksudnya adalah kebaikan orang-orang yang berinvestasig ditambahkan kepada kebaikan-kebaikan orang yang menghutangi. Setelah kebaikan yang berhutang tidak ada, maka keburukan-keburukan orang yang menghutangi dilimpahkan kepada orang yang berhutang.