Blak-Blakan! Ustaz Dasad Latif Pertanyakan Kinerja Pemimpin Negara yang Tak Mampu Lindungi Pusat Data Nasional
Ustaz Dasad Latif
Jakarta, Satuju.com - Ustaz Das'ad Latif, Dai kondang asal Kota Makassar ikut memberikan komentarnya terkait serangan di server PDN (Pusat Data Nasional).
Blak-blakan, Das'ad penilaian kinerja para pemimpin negara yang telah dipilih oleh rakyat namun tidak memberikan umpan balik.
"Negara wayang, untuk apa rakyat memilih pemimpin," ujar Das'ad dikutip dari akun Instagram pribadinya @dasadlatif1212, Minggu (30/6/2024).
Menurutnya, gaji yang diterima aparat negara hanya terbilang sia-sia. Begitu pula dengan data yang ditampung selama ini.
"Untuk apa rakyat gaji aparatur, untuk apa negara minta data, untuk apa bernegara jika negara tak mampu melindungi rakyatnya," tandasnya.
Sebelumnya, Politikus PDIP Ferdinand Hutahean memberikan komentarnya terkait serangan hacker terhadap Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) telah menghebohkan publik Indonesia.
Ferdinand mengaku sependapat dengan apa yang pernah diungkapkan Konsultan Keamanan Siber Teguh Aprianto yang mengatakan situs pemerintah yang dianggap mudah dipermainkan.
“Saya sependapat dengan apa yang disampaikan Teguh Aprianto, kalau kita melihat di negara kita ini mungkin terjadi beberapa kali peretasan situs lembaga negara,” ujar Ferdinand kepada fajar.co.id, Kamis (27/6/2024).
Ferdinand mengungkapkan, bukan hanya PDSN, tetapi juga Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) pun pernah menjadi korban peretasan hacker.
"Bahkan BSSN saja pernah, Kemhan pernah, kenapa begitu? Karena kalau kita lihat, kita tidak tahu fakta di dalam karena ini tidak terbuka secara umum," ungkapnya.
Diakui Ferdinand, terdapat ketidakseriusan dan ketidaktakutan dari pemimpin negara untuk mengawasi secara ketat dan membuat kokoh dan perlindungan terhadap benteng siber yang dimiliki.
"Pemerintah terlalu panjang, ceroboh, tidak takut kalau situsnya diretas, dibobol. Dan, merasa tidak akan diganggu oleh siapa pun. Sama seperti situs web masyarakat pada umumnya, tidak diganggu peretas," katanya.
Dikatakan Ferdinand, di situlah lembaga-lembaga negara sering bobol oleh para hacker.
"Kenapa mereka jadi sasaran target, sudah mudah dihacker, pemerintah cenderung mudah mengalokasikan uang untuk mengambil kembali apa yang mereka punya," jelas Ferdinand.
Sama seperti sekarang, kata Ferdinand, pelaku peretas meminta tebusan uang sebesar Rp131 M.
"Ini gila namanya. Kenapa mereka berani meminta tebusan seperti itu, karena mereka sudah tahu karakter dan karakter pejabat negara ini. Gampang ditakuti, diancam, diperas," ungkapnya.
Selain itu, mereka melakukan pilihan yang bukan ditujukan untuk kepentingan orang lain. Misalnya kepentingan teknologi yang lebih jauh atau kejahatan yang lebih serius.
"Tapi mereka hanya mengambil alih terus dikembalikan jika sudah dibayar. Semua cenderung santai, punya anggaran dipakai untuk jalan-jalan, untuk anggaran lain segala macam. Tapi tidak memperkuat benteng dari website yang kita miliki," sebutnya.
Ditegaskan Ferdinand, kedepan lembaga yang mengawasi keamanan situs web harus lebih serius.
"Pemimpinnya harus orang yang mengerti apa IT, kemajuan IT itu jahat, jangan karena memberikan posisi kepada seseorang udahlah ditaro di sana, padahal gak paham," cetusnya.
"Sama seperti sekarang, BSSN. Yang penting bagi saya, kedepan harapan saya Kepala Lembaga-lembaga untuk menangani ini, harus orang-orang yang mengerti kejahatan IT seperti apa," kuncinya.

