Devisa Negara Disebut Ekonom Berpotensi Rugi Rp8,5 triliun Akibat Mark Up Impor Beras

Ilustrasi

Jakarta, Satuju.com - Dampak skandal penggelembungan harga atau mark up impor beras diyakini Ekonom Gede Sandra akan membebani devisa negara. Apalagi saat ini nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) belakangan ini mengalami pelemahan.

Gede menegaskan, kebijakan impor beras tidak memberikan kebaikan untuk rakyat. Mengingat mark up anggaran tersebut berpotensi merugikan negara hingga Rp8,5 triliun.

“Banyaknya impor dengan kurs yang semakin lemah akan menguras devisa dan sekaligus mengurangi pertumbuhan ekonomi,” kata Gede di Jakarta, Jumat (19/7/2024).

Fakta baru mulai terungkap pada polemik beras impor yang tidak hanya menghebohkan pemegang kebijakan di Indonesia, tapi juga di negara Vietnam.

serupa yang pernah disampaikan Direktur Supply Chain dan Pelayanan Publik Perum Bulog Mokhamad Suyamto, yang menyatakan bahwa isu penggelembungan (mark up) harga beras impor itu tidak benar.

“Perusahaan Tan Long Vietnam yang diberitakan memberikan penawaran beras, sebenarnya tidak pernah menawarkan penawaran sejak penawaran tahun 2024 dibuka. Jadi tidak memiliki kontrak impor dengan kami pada tahun ini,”ucap Suyamto, di Jakarta, Jumat (12/7/2024)

Hal ini selaras dengan pernyataan dari Direktur Utama Tập đoàn Tân Long (TLG). Mengutip dari pemberitaan media Vietnam bernama CAFEF, Ketua Dewan Direksi dan Direktur Utama Tập đoàn Tân Long (TLG)Trương Sỹ Bá, menjelaskan dalam sejarah tender beras BULOG, dari tahun 2023 sampai sekarang, termasuk tidak pernah memenangkan tender langsung apapun dari BULOG.

Maka hal itu menjawab sejumlah tuduhan penggelembungan harga beras impor dari Vietnam, serta keraguan terhadap kinerja Perum BULOG dalam hal pelaksanaan tender.

Paket tender tanggal 22 Mei yang diumumkan BULOG di mana Lộc Trời dan anak perusahaannya berencana menawarkan 100.000 ton beras, Bapak Bá mengatakan, namun Tân Long menawar dengan harga beras 15 USD/ton lebih tinggi, sehingga tidak memenangkan tender.

“Pada bulan Mei, kami pernah menawarkan penjualan 100 ribu ton beras dengan harga 538 USD/ton, harga FOB. Namun, dibandingkan dengan harga dari perusahaan Lộc Trời, harga dari TLG lebih tinggi sehingga kami tidak jadi ikut,” ujar Trương Sỹ Bá.

Ba menjelaskan, bahwa Indonesia membeli beras melalui tender BULOG dan membeli dengan harga CNF bukan harga FOB, dan harga CNF dari perusahaan Lộc Trời, Thuận Minh, Quang Phát sekitar 568 USD/ton atau dengan harga FOB sekitar 530 USD/ton, lebih rendah dari penawaran kami sebesar 538 USD/ton, harga FOB pihanya lebih tinggi 5-8 USD/ton.

Direktur Transformasi& Hubungan Antar Lembaga Perum BULOG Sonya Mamoriska, menegaskan pernyataan dari Tan Long Group ini menjadi klarifikasi atas polemik beras impor yang terjadi.

Disisi lain, ditakutkan bila polemik isu ini terus ditiupkan dan berkelanjutan tanpa fakta yang jelas, dapat berdampak pada mulusnya pembelian beras Indonesia dari Vietnam hingga akhir tahun 2024 bahkan mempengaruhi hubungan bilateral perdagangan kedua negara.

“Kami terus menjalankan komitmen untuk tetap menjadi pemimpin rantai pasok pangan yang terpercaya sehingga bisa memberikan kontribusi lebih bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia dan hal ini tentunya sesuai dengan ke-4 transformasi visi kami yaitu kepemimpinan, kepercayaan, pelayanan terbaik dan kesejahteraan masyarakat,” ujar Sonya.

Saat ini, Perum BULOG mendapatkan pengugasan untuk mengimpor beras dari Pemerintah sebesar 3,6 juta ton pada tahun 2024. Pada periode Januari-Mei 2024, jumlah impor sudah mencapai 2,2 juta ton.

Impor tersebut dilakukan oleh Perum BULOG secara berkala dengan melihat neraca perekonomian nasional dan mengutamakan penyerapan beras dan gabah dalam negeri. Hingga akhir Juni, Perum BULOG telah menyerap 800 ribu ton beras dalam negeri dan optimis bisa menyerap 1 juta ton beras, sesuai target yang telah ditetapkan.