Jakarta, Satuju.com - Hingga 31 Juli 2024, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melaporkan Pemerintah telah menarik utang baru hingga sebesar Rp 266,3 triliun. Nilai tersebut setara dengan 41,1 persen dari target penarikan utang 2024 sebesar Rp 648,1 triliun.

Realisasi penjualan utang itu diakui menkeu naik 36,6 persen secara year-on-year (yoy). Hal itu sebagai langkah antisipatif guna menanggapi pelemahan ekonomi, khususnya dari sisi penerimaan akibat mulai melandainya harga komoditas.

"Di bulan ketujuh ini, realisasinya baru 41,1 persen. Pertumbuhannya memang cukup tinggi, karena tahun lalu penerimaan kita juga cukup tinggi dari berbagai komoditas yang mengalami booming," kata Sri Mulyani dalam Konferensi Agustus Pers APBN KITA Edisi 2024 di kantornya, Selasa, 13 Agustus 2024.

Dia mengancam, membebani utang sampai Juli 2024 itu antara lain mencakup penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) neto sebesar Rp 253 triliun, atau 38 persen dari target sebesar Rp 666,4 triliun. Pertumbuhannya sendiri tercatat mencapai 37,5 persen secara yoy.

Selain itu, ada pula pembiayaan utang yang berasal dari pinjaman neto sebesar Rp 13,3 triliun, setara 72,6 persen dari target sebesar Rp 18,4 triliun atau tumbuh 21,6 persen. Menurutnya, hal ini merupakan bagian dari countercyclical saat perekonomian mengalami penurunan. "Sehingga kita stabil. Karena waktu ekonominya tinggi, penerbitan kita-nya lebih kecil sehingga mengurangi ledakan dari sisi booming (komoditas) tahun lalu," ujar Sri.

Kemudian untuk total pembiayaan non-utang tercatat minus Rp 49,3 triliun, setara dengan 39,4 persen dari target APBN 2024 yang minus Rp 125,3 triliun atau tumbuh sebesar 61,8 persen.

Sehingga, lanjut Sri Mulyani, total anggaran pembiayaan per Juli 2024 mencapai sebesar Rp 217 triliun, setara 41,5 persen dari target Rp 522,8 triliun atau tumbuh 31,9 persen secara yoy.

“Tumbuhnya memang cukup tinggi dibandingkan tahun lalu. Tapi masih relatif on-track terhadap postur APBN kita,” ujarnya.