Respon Mahfud MD Soal Putusan MK terkait UU Pilkada: Silakan Ambil Kue Kekuasaan, Tapi di Koridor Konstitusi
Mahfud MD
Jakarta, Satuju.com - Untuk mengedepankan aspek konstitusional dalam negara, Mahfud MD berpesan kepada pimpinan partai politik dan Anggota DPR RI. Menurut Mahfud, ada prinsip demokrasi dan konstitusi yang mengatur permainan politik.
Hal tersebut disampaikan Mahfud menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait UU Pilkada.
Sebagai catatan, DPR langsung membahas revisi UU Pilkada. Namun pembahasan tersebut tidak mengindahkan putusan MK tersebut. Bahkan hari ini, dengan pembahasan kilat, RUU Pilkada tersebut akan disahkan langsung di sidang paripurna.
"Yth. Pimpinan Parpol dan para anggota DPR. Putusan MK adalah tafsir resmi konstitusi yang setingkat UU. Berpolitik dan bersiasat untuk mendapat bagian dalam kekuasaan itu boleh dan itu memang bagian dari tujuan kita membangun negara merdeka," kata Mahfud di X, Kamis (22). /8/2024).
“Tetapi ada prinsip demokrasi dan konstitusi yang mengatur permainan politik,” sambung mantan Ketua MK itu.
Menurut Mahfud, akan berbahaya jika bagi-bagi kue kekuasaan itu dilakukan dengan melanggar konstitusi.
“Adalah sangat berbahaya bagi masa depan Indonesia jika melalui prosedur demokrasi (konspirasi dengan memenangkan-menangan jumlah kekuatan hanya dengan koalisi taktis) siapa pun merebut kue-kue kekuasaan dengan melanggar konstitusi,” ucapnya.
"Silakan ambil dan bagi-bagi kue kekuasaan. Sesuai konstitusi Anda berhak melakukan dan mendapat itu. Tetapi tetaplah dalam koridor konstitusi agar Indonesia selamat. Berbuatlah tapi 'Jangan pernah lelah mencintai Indonesia'," tutupnya.
Sebelumnya, Baleg menyepakati bahwa RUU Pilkada tetap mengacu pada putusan Nomor 23 P/HUM/2024 yang diketok MA pada 29 Mei 2024. Putusan menyatakan bahwa syarat minimum kepala daerah dihitung ketika pelantikan.
Aturan ini dikaitkan dengan pencalonan putra bungsu Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep, untuk maju pilgub. Sebab umurnya akan cukup sebagai syarat maju pemilihan gubernur apabila 30 tahun ketika dilantik.
Padahal, ada pertimbangan MK yang menyatakan bahwa syarat-syarat tersebut berlaku pada saat pencalonan. MK bahkan menegaskan bahwa pertimbangan itu mengikat. Namun Baleg DPR lebih memilih untuk merujuk pada putusan MA.
Sementara terkait ambang batas parpol mencalonkan kepala daerah, DPR kemudian kembali 'menghidupkan' pasal yang sudah diubah MK.
RUU Pilkada yang disepakati DPR mengatur bahwa ketentuan parpol yang mempunyai kursi DPRD untuk mengajukan calon kepala daerah adalah paling sedikit 20% dari kursi DPRD atau 25% dari suara sah tumpukan di daerah yang bersangkutan. Sementara bagi parpol yang tidak memiliki kursi DPRD mengacu berdasarkan suara sah di daerah tersebut.
Padahal, MK sudah menganulir soal ketentuan yang mengacu pada kursi DPRD. Sehingga yang diberlakukan oleh MK adalah berdasarkan suara sah di daerah terkait.

