Dinilai Terbesar Selamatkan Uang Negara, Kejagung Era ST Burhanuddin Dapat Apresiasi
ST Burhanuddin
Jakarta, Satuju.com - Bersumber dari pengembalian kerugian negara terkait penyebaran kasus korupsi, Kejaksaan Agung (Kejagung) di era Jaksa Agung ST Burhanuddin dinilai menjadi lembaga yang menyetor penerimaan negara bukan pajak (PNBP) terbesar.
Pengembalian uang negara tersebut mencapai triliunan rupiah.
Data yang dihimpun dari Pusat Penerangan Hukum Kejagung, dikutip dari keterangan pers Kejagung, Sabtu (12/10/2024), menyebutkan PNBP yang disetor di antaranya:
1. Pendapatan uang sitaan hasil tindak pidana korupsi senilai Rp 48,3 miliar
2. Pendapatan uang pengganti tindak pidana korupsi: Rp 2,2 triliun
3. Pendapatan hasil lelang barang rampasan korupsi senilai Rp 1,42 triliun
4. Pendapatan denda hasil tindak pidana korupsi: Rp 28,4 miliar
5. Pendapatan hasil pengembalian uang negara: Rp 76,4 miliar
Anggota DPR RI dari Fraksi PKS, Nasir Djamil, menilai Kejaksaan Agung (Kejagung) di bawah kepemimpinan ST Burhanuddin banyak membuat kejutan. Salah satu terobosannya, ujar Nasir, adalah mengejar kerugian negara dari aspek perekonomian negara.
Nasir berpendapat bahwa Kejagung mengejar kerugian dari perekonomian negara dalam dua-tiga tahun terakhir.
“Bahwa korupsi telah merugikan perekonomian negara. Oleh Kejaksaan coba dihitung,” ungkap Nasir, Sabtu (12/10).
Menurut Nasir, persoalan mengejar koruptor dari aspek kerugian perekonomian negara sejalan dengan amanat UU Tindak Pidana Korupsi, untuk memiskinkan koruptor.
Nasir menjelaskan pembangunan akan berdampak pada perekonomian masyarakat jika dijalankan tanpa korupsi. Nasir pentingnya mengejar kerugian perekonomian dalam penanganan korupsi.
“Ini penting, karena korupsi telah menghilangkan hak-hak ekonomi masyarakat,” sebut legislator asal Aceh ini.
Senada dengan Nasir, pakar hukum dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Hibnu Nugroho mengatakan pengembalian kerugian negara belum bisa maksimal, baru sekitar 20 persen. Hibnu menyebut aparat penegak hukum harus mengupayakan agar kerugian negara ini bisa diambil secara maksimal dan dikembalikan ke masyarakat.
Saat ini, kata dia, Kejaksaan telah melakukan pelanggaran terkait pengembalian kerugian negara dengan memasukkan kerugian dari aspek perekonomian negara.
“Masalahnya konteks kerugian perekonomian negara belum diakui semua penegak hukum. Padahal ini yang merusak tatanan,” ungkapnya.

