DPR Bakal Revisi UU HAM Setelah 25 Tahun
Ketua Komisi XIII DPR RI Willy Aditya
Jakarta, Satuju.com - Perlunya revisi terhadap Undang-Undang Nomor 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) disadari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Pembentukan beleid yang terjadi pada masa transisi reformasi tersebut dinilai memerlukan upaya untuk konteks kekinian.
Ketua Komisi XIII DPR RI Willy Aditya menyebut, salah satu pokok dalam revisi UU tersebut adalah mengonkretkan semangat HAM dalam kehidupan sehari-hari. Ia berpendapat, nilai-nilai HAM tidak sekadar cukup disosialisasikan, tapi juga terejawantah ke dalam kehidupan bernegara.
"Terus penguatan beberapa lembaga yang ada sejauh ini sebagai satuan kerja bersama-sama Komnas HAM, ada Komnas Perempuan, ada Komnas Disabilitas, ada Komnas Anak. Ini kita akan lihat nanti seperti apa," sambung Willy saat ditemui di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Selasa (10/12).
Willy menyebut, revisi UU HAM sudah masuk dalam program legislasi nasional jangka menengah. Saat ini, fokus pada penyelesaian revisi UU LPSK. Jika revisi UU LPSK sudah rampung, ia menyebut pembahasan revisi UU HAM akan dimulai.
Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menjelaskan, UU HAM lahir pada tahun 1999 atau masa transisi politik dari Orde Baru ke reformasi. Jika dibaca dalam kaca mata saat ini, UU tersebut memiliki sejumlah masalah teknis. Salah satu yang paling kentara adalah amanat UU terkait jumlah anggota Komnas HAM yang mencapai 35 orang.
"Karena waktu itu provinsi Indonesia itu ada 33, lalu ada dua pemimpin. Jadi hitungannya pragmatis saja dulu ketika bikin aturan itu," terangnya.
Selain itu, masalah struktur kepegawaian di Komnas HAM saat ini juga tidak sesuai lagi dengan apa yang dirumuskan oleh UU HAM. Sebab, saat pertama kali dibentuk, pegawai Komnas HAM bukanlah aparatur sipil negara (ASN) seperti saat ini. Perubahan tersebut menurut Atnike berimplikasi pada status kepegawaian staf Komnas HAM, termasuk penyelidik HAM.
“Maka kami harus punya jabatan fungsional pemantau HAM atau penyelidik HAM. Hal-hal seperti kelihatannya teknis, tapi penguatan kelembagaan kami sangat dibutuhkan. Penyelidik UU 26, kami butuh jabatan penyelidik fungsional,” katanya.

