Transformasi Islam Syiah di Jawa Setelah Dinasti Demak Runtuh

Ilustrasi

Satuju.com - Selepas Raden Patah atau Jin Bun, kekuasaan di Kerajaan Demak sempat membuat dinamika berubah.

Hal ini ditandai munculnya perubahan aliran agama Islam yang konon terjadi saat peralihan kekuasaan dari dinasti Kerajaan Demak ke Sultan Hadiwijaya Pajang atau dikenal Jaka Tingkir. 

Kelak, Sultan Hadiwijaya ini memiliki anak angkat bernama Panembahan Senopati yang akhirnya mendirikan Kerajaan Mataram Islam di Mentaok. Namun, sebelum Kesultanan Mataram berkembang, madzhab Islam yang dianut berubah dari sebelumnya Hanafi menjadi Islam Syi'ah.

Perubahan aliran Islam itu juga diperkuat dengan berita Tionghoa dari klenteng Talang yang meminjam perkataan Fatahillah, bekas panglima tentara Demak, yang kemudian mendirikan Kesultanan Cirebon pada tahun 1552. 

Berita Tionghoa itu berkata "Panglima tentara Demak sangat kecewa mendengar pembunuhan-pembunuhan di kalangan keturunan Jin Bun atau Raden Patah di Demak”. 

serupa dikutip dari "Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara", dia tidak mau tunduk kepada Sultan Pajang karena di Kesultanan Pajang agama Islam madzhab Syi'ah sangat berpengaruh. 

Memang pada masa pemerintahan Raden Patah di Kesultanan Demak, aliran Syi'ah tidak boleh beredar di kalangan orang-orang Islam. Aliran Syi'ah dianggap ajaran sesat. 

Salah seorang wali penganut Islam Syi'ah pada masa pemerintahan Jin Bun bernama Syaikh Siti Jenar atau Syaikh Lemah Abang dikenakan hukuman mati oleh para Wali Sanga, penganut aliran Hanafi. 

Aliran Syi'ah memang pernah berkembang di Kesultanan Daya/Pasai dari tahun 1204 hingga 1285. Boleh dikatakan justru aliran Syi'ah itulah yang mula-mula dikembangkan di Indonesia. 

Aliran Syi'ah yang banyak dianut oleh para ulama dari Gujarat setelah Kesultanan Daya atau Pasai diruntuhkan oleh Mara Silu dibasmi. Kesultanan baru Samudera Pasai menganut aliran Syafi'i.

Pada tahun 1299 setelah terbentuknya Kesultanan Aru/Barumun di bawah pimpinan Malikul Mansur, aliran Syi'ah mendapat angin baru. 

Penganut aliran Syi'ah yang masyhur yakni Al-Hallaj, seorang sufi di Bagdad. Pada tahun 922, Al-Hallaj diadukan ke muka pengadilan agama dengan tuduhan bahwa dia menyelewengkan ajaran agama Islam. 

Sebab, saat itu ajarannya diklaim dapat dirumuskan dalam satu kalimat ana al-haqq, artinya "saya adalah Tuhan". Karena tuduhan tersebut, Al-Hallaj dikenakan hukuman bakar. Nasib yang sama dialami juga penganut aliran Syi'ah di Jawa yang bernama Syaikh Siti Jenar. 

Ajaran Syaikh Siti Jenar tidak menyimpang dari ajaran al-Hallaj. Dia menyamakan dirinya dengan Tuhan. 

Aliran Syi'ah yang berpengaruh di wilayah Kesultanan Pajang itulah yang berkembang di berbagai wilayah dipandang sebagai ajaran yang keliru dan penganjurnya telah dikenakan hukuman mati.