Rentenir yang Bertobat hingga Memperoleh Karamah, Ini Kisah Habib al-Ajami
Ilustrasi
Satuju.com - Sebelum mendapat hidayah, Habib bin Muhammad al-'Ajami al-Bashri adalah sufi Persia yang tinggal di Bashrah dikenal kaya raya dan suka menerima hartanya. Orang-orang sampai menghindar jika melihatnya.
Salah seorang sufi besar dalam peradaban Islam, Fariduddin Attar, menceritakan kisah pertobatan Habib al-'Ajami dalam karyanya yang berjudul Tadzkiratul Auliya. Buku ini diterjemahkan Kasyif Ghoiby dari Muslim Saints and Mystics: Episode from the Tadhkirat al-Auliya' (Memorial of the Saints).
Diceritakan, setiap hari Habib al-'Ajami berkeliling kota untuk menagih hutangnya. Bila tidak mendapat angsuran dari langganannya, ia akan menuntut uang ganti rugi dengan dalih sepatunya menjadi aus dalam perjalanan. Cara ini membuatnya bisa menutup biaya hidup sehari-hari.
Pada suatu ketika, ia mengunjungi rumah salah satu orang yang mengunjunginya. Namun, orang itu tak ada di rumah. Habib al-'Ajami kemudian menagih hutang kepada orang tersebut.
Wanita itu mengatakan tidak memiliki apa pun. Namun, ia baru saja menyembunyikan seekor kambing dan mengulanginya yang masih tersisa. “Jika kamu mau kuberikan kepadamu,” kata wanita itu.
Si lintah darat mengetik dan meminta wanita itu memasaknya. Sayangnya wanita itu tidak punya minyak dan roti untuk memasaknya. Al-'Ajami lalu membawakan minyak dan roti tapi ia meminta wanita itu membayarnya.
Wanita itu kemudian memasak daging. Setelah matang dan hendak dituangkan ke dalam mangkuk, datanglah seorang pengemis. Pengemis itu memohon agar al-'Ajami memberikan makanan kepadanya.
Habib al-'Ajami yang melihat itu lantas menghardik si pengemis, "Bila yang kami miliki kami berikan kepadamu, engkau tidak akan menjadi kaya tapi kami sendiri akan menjadi miskin."
Pengemis yang kecewa lalu memohon kepada si wanita agar mau memberikan sedikit daging. Wanita itu lalu membuka tutup belanga dan kaget bukan main melihat daging yang ia masak berubah menjadi darah hitam. Dengan wajah pucat pasi, ia memanggil Habib al-'Ajami.
"Lihatlah apa yang telah menimpa diri kita karena ribamu yang terkutuk dan hardikanmu kepada si pengemis!" ucap wanita itu kepada Habib al-'Ajami seraya menangis.
Melihat kejadian itu dada Habib al-'Ajami terbakar api penyesalan yang tidak akan pernah padam seumur hidupnya. Keesokan harinya, Habib mendatangi orang-orang yang berutang kepadanya. Di perjalanan, ia bertemu anak-anak sedang bermain. Ketika melihat Habib, anak-anak itu berteriak, "Lihat, Habib lintah darat sedang menuju ke sini, ayo kita lari, kalau tidak niscaya debu-debu tubuhnya akan menempel di tubuh kita dan kita akan terkutuk pula seperti dia!"
Kata-kata itu sangat melukai hati Habib al-'Ajami sampai-sampai ia terjatuh terkulai. Habib pun bertobat kepada Allah SWT. Ia lalu membuat pengumuman siapa pun yang menginginkan hartanya bisa datang dan mengambil semaunya.
Orang-orang lalu berbondong-bondong ke rumah Habib al-'Ajami hingga harta bendanya habis semua. Sampai-sampai saat masih ada orang yang datang, ia memberikan cadar milik istrinya sendiri dan pakaian yang ia kenakan.
Dengan tubuh yang terbuka, Habib al-'Ajami meninggalkan rumah dan menyepi ke sebuah pertapaan di pinggir Sungai Eufrat. Siang malam ia beribadah kepada Allah SWT dan berguru kepada Hasan al-Bashri.
Waktu terus berlalu. Habib dalam jalan pertobatannya itu benar-benar dalam keadaan fakir. Di sisi lain, sang istri masih tetap menuntut nafkah darinya. Setiap pagi Habib pergi ke pertapaan untuk mengabdikan dirinya kepada Allah SWT dan pulang saat malam tiba.
"Di mana sebenarnya engkau bekerja sehingga tak ada sesuatu pun yang engkau bawa pulang?" desak istrinya.
"Aku bekerja pada seseorang yang sangat Pemurah. Sedemikian Pemurahnya Ia sehingga aku malu meminta sesuatu kepada-Nya. Apabila saatnya nanti pasti ia akan memberi, karena seperti apa katanya sendiri, 'Sepuluh hari sekali akau akan membayar upahmu'," jawab Habib.
Pada hari kesepuluh, batin Habib mulai terusik. Ia bingung apa yang akan ia berikan untuk istrinya.
Allah SWT lalu mengutus pesuruh-Nya yang berwujud manusia dan seorang pemuda gagah ke rumah Habib. Utusan itu membawa gandum sepemikul keledai, yang lain membawa domba yang dikuliti, dan yang lainnya membawa minyak madu, rempah-rempah dan bumbu-bumbu.
Pemuda itu lalu mengetuk pintu dan dibukakan oleh istri Habib. Pemuda itu menyampaikan maksudnya, "Majikan kami telah menyuruh kami untuk mengantarkan barang-barang ini. Sampaikan kepada Habib, 'Bila engkau melipatgandakan jerih payahmu maka Kami akan melipatgandakan upahmu'." Setelah itu pemuda itu pergi.
Pada suatu hari, Habib pun pulang dengan perasaan malu dan sedih karena tidak bisa membawakan apa pun untuk sang istri. Ketika hampir sampai di rumah, dia mencium bau roti dan masakan-masakan. Sang istri dari perpisahan menyambut kedatangannya dengan lembut, sesuatu yang belum pernah ia lakukan sebelumnya.
Sang istri lalu menyampaikan kedatangan pemuda atas perintah mempekerjakannya mengirimkan makanan itu dan menyampaikan pesannya. Mendengar itu, Habib terheran-heran.
"Sungguh menakjubkan! Baru sepuluh hari aku bekerja, sudah begitu banyak ketidakseimbangan yang dilimpahkan-Nya, apa pulalah yang akan dilimpahkan-Nya nanti?" ujar Habib.
Sejak saat itu, Habib al-'Ajami mempersiapkan dirinya dari urusan dunia dan fokus beribadah kepada Allah SWT. Lintah darat itu memilih jalan sufi.
Keajaiban-keajaiban pun datangan. Doa-doa Habib mustajab dan Allah SWT memberikan karamah kepadanya yang tiada henti.

