Ukasyah dan Pelukan Cinta kepada Rasulullah SAW
Ilustrasi
Satuju.com - Pada suatu hari, Rasulullah SAW meminta Bilal memanggil semua sahabat untuk datang ke masjid. Tidak lama kemudian, penuhlah masjid dengan para sahabat. Semuanya terasa rindu setelah agak lama tidak mendapatkan taushiyah dari Rasulullah SAW.
Beliau duduk dengan lemah di atas mimbar. Wajahnya terlihat pucat, menahan sakit yang tengah dideritanya.
Kemudian Rasulullah SAW bersabda: "Wahai sahabat-sahabatku semua. Aku ingin bertanya, apakah telah aku sampaikan kepada kalian bahwa sesungguhnya Allah SWT itu adalah satu-satunya Tuhan yang layak disembah?"
Semua sahabat menjawab dengan suara bersemangat, "Benar, wahai Rasulullah. Engkau telah sampaikan kepada kami bahwa sesungguhnya Allah SWT adalah satu-satunya Tuhan yang layak disembah."
Kemudian Rasulullah SAW bersabda: “Persaksikanlah ya Allah. Sesungguhnya aku telah menyampaikan amanah ini kepada mereka.”
Rasulullah bersabda lagi, dan setiap apa yang beliau sabdakan selalu diperbolehkan oleh para sahabat.
Akhirnya, sampailah kepada satu pertanyaan yang menjadikan para sahabat sedih dan terharu.
Rasulullah SAW bersabda:" Sesungguhnya aku akan pergi menemui Allah. Dan sebelum aku pergi, aku ingin menyelesaikan segala urusan dengan manusia. Maka aku ingin bertanya kepada kalian semua, adakah aku berhutang kepada kalian? Aku ingin menyelesaikan hutang tersebut, karena aku tidak mau bertemu dengan Allah dalam hutangg kepada manusia.”
Ketika itu, semua sahabat diam, dan dalam hati masing-masing berkata, "Mana ada Rasulullah SAW berhutang kepada kita? Kamilah yang banyak berhutang kepada Rasulullah."
Rasulullah SAW mengulangi pertanyaan itu sebanyak tiga kali. Tiba-tiba bangunlah seorang lelaki bernama Ukasyah, seorang sahabat yang dulunya mantan preman sebelum masuk Islam. Ia berkata: "Ya Rasulullah, aku ingin menyampaikan masalah ini. Seandainya ini dianggap hutang, maka aku minta engkau menyelesaikannya. Seandainya bukan hutang, maka tidak perlulah engkau berbuat apa-apa."
Rasulullah SAW berkata: "Sampaikanlah, wahai Ukasyah."
Maka Ukasyah pun mulai bercerita: "Aku masih ingat ketika perang Uhud dulu, suatu ketika engkau menunggang kuda, lalu engkau memukulkan cambuk ke belakang kuda. Tetapi cambuk tersebut tidak mengenai belakang kuda, melainkan mengenai dadaku, karena saat itu aku berdiri di belakang kuda yang engkau tunggangi, wahai Rasulullah."
Mendengar itu, Rasulullah SAW berkata: "Sesungguhnya itu adalah hutang, wahai Ukasyah. Kalau dulu aku memukulmu, maka hari ini aku akan menerima hal yang sama."
Dengan suara yang agak tinggi, Ukasyah berkata: "Kalau begitu, aku ingin segera melakukannya, wahai Rasulullah."
Ukasyah seakan-akan tidak merasa bersalah mengatakan demikian. Sedangkan ketika itu sebagian sahabat berteriak marah kepada Ukasyah:"Sungguh, engkau tidak berperasaan, Ukasyah! Bukankah Baginda sedang sakit?"
Ukasyah tidak menghiraukan semua itu. Rasulullah SAW meminta Bilal mengambil cambuk di rumah anaknya, Fatimah.
Bilal meminta cambuk itu dari Fatimah. Kemudian Fatimah bertanya: "Untuk apa Rasulullah meminta cambuk ini, wahai Bilal?"
Bilal menjawab dengan nada sedih: "Cambuk ini akan digunakan Ukasyah untuk memukul Rasulullah."
Terperanjat dan menangis, Fatimah berkata: "Kenapa Ukasyah hendak memukul ayahku, Rasulullah? Ayahku sedang sakit. Kalau mau memukul, pukullah aku, anaknya."
Bilal menjawab: "Sesungguhnya ini adalah urusan antara mereka berdua."
Bilal membawa cambuk tersebut ke masjid lalu menyerahkannya kepada Ukasyah.
Setelah mengambil cambuk, Ukasyah menuju ke hadapan Rasulullah.
Tiba-tiba Abu Bakar berdiri menghalangi Ukasyah sambil berkata: "Ukasyah, jika engkau hendak memukul, pukullah aku. Aku adalah orang yang pertama beriman kepada apa yang Rasulullah SAW sampaikan. Akulah sahabatnya di kala suka dan duka. Jika engkau hendak memukul, maka pukullah aku."
Rasulullah SAW berkata: "Duduklah, wahai Abu Bakar. Ini adalah urusan antara aku dan Ukasyah."
Ukasyah pun melangkah menuju ke hadapan Rasulullah. Kemudian Umar berdiri menghalangi Ukasyah sambil berkata: "Ukasyah! Kalau engkau mau memukul, pukullah aku. Dulu memang aku tidak suka mendengar nama Muhammad. Bahkan aku pernah berniat untuk menyakitinya. Itu dulu. Sekarang, tidak boleh ada seorang pun yang boleh menyakiti Rasulullah Muhammad. Kalau engkau berani menyakiti Rasulullah, maka langkahi dulu mayatku!"
Rasulullah SAW pun menjawab dengan tenang: "Duduklah, wahai Umar. Ini adalah urusan antara aku dengan Ukasyah."
Ukasyah kembali melangkah mendekati Rasulullah. Namun, tiba-tiba berdirilah Ali bin Abi Thalib, sepupu sekaligus menantu Rasulullah SAW. Ia menghadang Ukasyah sambil berkata: "Ukasyah, pukullah aku saja. Darah yang sama mengalir di tubuhku ini, wahai Ukasyah."
Lalu Rasulullah SAW berkata: "Duduklah, wahai Ali. Ini adalah urusan antara aku dengan Ukasyah."
Ukasyah semakin dekat dengan Rasulullah. Tiba-tiba tanpa disangka, bangkitlah kedua cucu kesayangan Rasulullah SAW, yaitu Hasan dan Husain. Mereka berdua memegangi tangan Ukasyah sambil memohon: "Wahai Paman, pukullah kami saja. Kakek kami sedang sakit. Pukullah kami saja, wahai Paman. Sesungguhnya kami ini cucu kesayangan Rasulullah. Dengan memukul kami, itu sama saja dengan menyakiti kakek kami, wahai Paman."
Rasulullah SAW lalu berkata: "Wahai cucu-cucu kesayanganku, duduklah kalian. Ini adalah urusan Kakek dengan Paman Ukasyah."
Begitu sampai di tangga mimbar, Ukasyah berkata dengan lantang:
"Bagaimana aku mau memukul engkau, ya Rasulullah? Engkau duduk di atas, sementara aku di bawah. Kalau engkau mau aku pukul, maka turunlah ke sini."
Rasulullah SAW, manusia terbaik dan kekasih Allah, meminta beberapa sahabat memapahnya turun dari mimbar. Rasulullah pun didudukkan pada sebuah kursi.
Kemudian dengan suara tegas, Ukasyah berkata lagi: "Dulu, ketika engkau memukulku, aku tidak memakai baju, ya Rasulullah."
Para sahabat sangat geram mendengar perkataan Ukasyah. Namun, tanpa berlama-lama, dalam keadaan lemah, Rasulullah membuka bajunya. Tampaklah tubuh beliau yang sangat indah, sementara beberapa batu terikat di perut Rasulullah sebagai tanda bahwa beliau sedang menahan lapar.
Rasulullah SAW kemudian berkata: "Wahai Ukasyah, segeralah lakukan, dan janganlah berlebihan. Nanti Allah akan murka padamu."
Tiba-tiba, Ukasyah berlari menghampiri Rasulullah SAW. Cambuk di tangannya ia lempar jauh-jauh, lalu ia memeluk tubuh Rasulullah SAW seerat-eratnya sambil menangis sejadi-jadinya. "Ya Rasulullah, ampuni aku. Maafkan aku. Mana ada manusia yang sanggup menyakiti engkau, ya Rasulullah. Sengaja aku melakukannya agar aku dapat merapatkan tubuhku dengan tubuhmu. Seumur hidupku aku bercita-cita dapat memelukmu, karena sesungguhnya aku tahu bahwa tubuhmu tidak akan dimakan oleh api neraka. Dan sungguh, aku takut dengan api neraka. Maafkan aku, ya Rasulullah."
Rasulullah SAW dengan senyum lembut berkata: "Wahai sahabat-sahabatku semua, kalau kalian ingin melihat ahli surga, maka lihatlah Ukasyah."
Semua sahabat pun meneteskan air mata. Mereka kemudian bergantian memeluk Rasulullah SAW.
Semoga kisah ini menjadi pengingat kecintaan kita kepada Rasulullah, kekasih Allah SWT.

