Skandal Pendidikan Gibran dan Dugaan Gratifikasi: Ancaman bagi Integritas Pemilu

Gibran Rakabuming Raka.(Poto/net)

Penulis: Damai Hari Lubis, Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum dan Politik)

Satuju.com - Jokowi super egoistis karena diduga cawe-cawe (intervensi) memaksakan kehendaknya agar Gibran Rakabumi Raka anak kandungnya yang hanya sekedar tamat SMP bisa berdampingan dengan Prabowo Subianto, sehingga perspektif hukum dan logika moral Jendral TNI AD alumnus asli Akademi Militer, sosok eks Danjen Kopassus serta eks Pangkostrad menjadi subjek korban termasuk seluruh WNI.

Tentu terhadap perilaku anggota KPU RI yang diduga secara sadar telah bertindak inkonstitusional atau tepatnya melakukan perbuatan yang melanggar UU. No. 7 Tahun 2017 Pemilu Tentang dengan modus menipu publik seluruh bangsa ini dan khususnya Prabowo Subianto selaku calon calon presiden saat jelang Pemilu Pilpres 2024 agar Gibran yang sejatinya tidak memenuhi persyaratan menjadi bakal cawapres Prabowo, namun direkayasa seolah-olah memenuhi persyaratan, dengan pola memasukan data Gibran yang hanya tamat SMP untuk dapat atau bisa lolos mengikuti Pemilu pilpres dan wapres, atau sesuai catatan yang diterima publik sesuai informasi yang publis sebelumnya bahwa Gibran merupakan tamatan D-1 atau Setara dengan SMA, adapun bukti kuat wujud 'politik konspirasi' ini tercantum dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden, khususnya dalam Pasal 18 ayat (3). 

Sehingga anggota KPU RI patut diduga kuat telah melakukan delik pidana, secara bersama-sama dengan Gibran atau pihak lainnya, sehingga individu masyarakat atau kelompok seperti WNI dapat melaporkan perbuatan manipulasi ini melalui ranah hukum.

Bahwa terhadap para pelaku pelanggaran pelanggaran untuk pelaporannya oleh publik adalah melalui pihak Penyidik ​​Polri dengan menggunakan beberapa pasal KUHP dan juga dapat dikembangkan sesuai kontekstual delik (objek materi laporan) dengan juncto pasal pasal yang relevan yang terdapat pada sistem hukum dan peraturan-undangan di luar KUHP yaitu:

A. Prioritas:

1. UU No. 1 Tahun 1946 (KUHP), yaitu Pasal 263 Jo. Pasal 264 Jo. Pasal 266 Jo.Pasal 415 Jo. Pasal 216 ;

B. Pengembangan laporan yang relevansi:

1. Pasal 5 dan Pasal 11 UU No 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan;
2. Pasal 22 UU No 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas dari KKN;
3. Pasal 12b UU No. 30 Tahun 1999 Jo. UU No 20 Tahun 2021 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU TIPIKOR).

Adapun dalil-dalil pelapor mengkaitkan laporannya kepada UU TIPIKOR dikarenakan perbuatan KPU RI berpotensi ada pemberian dan penerimaan suap (gratifikasi) oleh Gibran Rakabumi Raka selaku pihak pemangku kepentingan tentunya, karena sebagai orang yang bakal calon calon wakil presiden pada Pemilu 2024 atau siapa pun pelaku atau pelaku (deelneming).

Sehingga ideal saat laporan kepada Penyidik ​​Polri, pelapor langsung menyampaikan terhadap laporannya "dilakukan pengembangan" terhadap Pasal Pasal yang tercantum dalam UU TIPIKOR karena adanya dugaan 'suap menyuap' atau gratifikasi antara Terlapor Para Anggota KPU RI sebagai pihak tak terduga penerima suap dan Gibran juga pemberi suap tak terduga karena Gibran merupakan pihak yang dianggap berkepentingan langsung, selain menambahkan ke dalam dirinya dan dimasukkan ke dalam objek barang bukti laporan a quo in casu Jo. PKPU Nomor 19 Tahun 2023 Pasal 18 ayat (3).

Referensi: https://fajar.co.id/2025/10/16/roy-suryo-bongkar-dugaan-konspirasi-kpu-soal-ijazah-gibran-ini-pasal-selundupan/