LPEM UI Sebut Cita-Cita Jokowi Jadikan Indonesia Negara Maju di 2045 Sulit Dicapai
Ilustrasi
Jakarta, Satuju.com - Cita-cita Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadikan Indonesia sebagai negara maju pada tahun 2045 dinilai sulit tercapai. Hal tersebut diungkapkan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI).
Melansir CNNIndonesia, dalam sebuah publikasi terbaru LPEM UI berjudul 'White Paper- Dari LPEM Bagi Indonesia: Agenda Ekonomi dan Masyarakat 2024-2029', mereka mengungkap alasan sulitnya Indonesia naik kelas menjadi negara maju.
Menurut LPEM UI, peringatan 100 tahun kemerdekaan Indonesia pada tahun 2045 nanti menjadi titik kritis perenungan sejarah bangsa ini.
Teguh Dartanto dan Canyon Keanu Can dari LPEM UI membedah sederet poin penting yang menentukan nasib Indonesia di tahun 2045. Pada Bab 7 buku ini mereka memulainya dengan aspek pertumbuhan ekonomi.
LPEM UI menggunakan rule of 72 untuk memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa depan. Ini adalah rumus cepat dan populer untuk mengestimasi jumlah tahun yang diperlukan untuk menggandakan uang dari investasi pada tingkat pengembalian tahunan tertentu.
“Dengan asumsi batas bawah upper income country (UIC) sama pada tahun 2023 sebesar US$13.846 dengan pertumbuhan pendapatan nasional bruto (GNI) per kapita 5 persen per tahun atau setara dengan pertumbuhan ekonomi 6 persen, maka Indonesia akan menjadi UIC pada tahun 2044,” tulis penelitian tersebut. , dikutip Kamis (9/11).
“Semakin berkembangnya perekonomian maka pertumbuhan ekonomi 5 persen-7 persen sangat sulit dicapai, dengan skenario pertumbuhan yang berbeda-beda setiap periode (5 persen, 4 persen, dan 3 persen) maka Indonesia tidak akan mencapai UIC pada tahun 2045,” lanjut LPEM UI.
Kemudian, aspek kemiskinan. Ini masih menjadi persoalan mendasar Indonesia, dimana angka kemiskinan tahun ini menyentuh 9,36 persen atau tidak turun signifikan dari 11,25 persen pada tahun 2014.
LPEM UI khawatir obsesi berlebihan pemerintah terhadap mimpi Indonesia menjadi negara kaya di tahun 2045 akan mengubah orientasi kebijakan yang ada. Alokasi sumber daya hanya dipakai untuk mengejar pertumbuhan ekonomi semata melalui investasi besar-besaran di sektor modal padat.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, seperti di Halmahera Tengah tempat hilirisasi nikel tidak serta merta menurunkan angka kemiskinan secara masif. Rata-rata pertumbuhan ekonomi Halmahera Tengah pada 2019-2022 sebesar 75,61 persen per tahun, namun angka kemiskinan pada periode yang sama hanya turun 2,12 persen poin dari 14,12 persen pada tahun 2019 menjadi 12 persen pada tahun 2022,” jelasnya.
LPEM UI juga membandingkan kondisi sosial ekonomi Indonesia dengan beberapa negara yang juga ingin memiliki kedudukan tinggi, seperti China, Brasil, Thailand, Malaysia, dan Korea Selatan.
Kondisi Indonesia pada tahun 2022 dengan pendapatan per kapita US$4.580 setara dengan Korea Selatan pada tahun 1988, Malaysia 2004, Brasil 2006, serta China dan Thailand pada tahun 2010.
Dalam kurun waktu 18 tahun, Malaysia belum mampu keluar dari jebakan pendapatan menengah dengan penghasilan US$11.780. Sedangkan Thailand selama 12 tahun juga belum mampu menggandakan pendapatannya.
Malaysia kemudian berambisi menjadi negara yang menyatakan diri tinggi pada tahun 2020, namun menggeser target ke tahun 2030 karena adanya pergantian kepemimpinan. Hanya Tiongkok yang dianggap tidak mampu keluar dari jebakan negara dengan alasan menengah dalam jangka waktu 13 tahun.
“Apakah Indonesia mampu mengikuti jejak China atau Malaysia? Kondisi sosial ekonomi Indonesia saat ini jauh berbeda dengan kondisi sosial ekonomi negara-negara lain ketika memiliki pendapatan per kapita yang sama dengan Indonesia,” jelasnya.
Mereka memperkirakan pertumbuhan ekonomi Korea Selatan di level 12 persen, Tiongkok 10,6 persen, Malaysia 6,8 persen, dan Thailand 7,5 persen. Capaian tersebut jauh di atas Indonesia yang hanya berkisar 5 persen.
Di sisi lain, kemajuan ekonomi negara-negara tersebut, kecuali Brasil, ditopang sektor manufaktur yang kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 28 persen di Korea Selatan. Lalu, 3 persen di Malaysia dan 32 persen di China.
“Berdasarkan perbandingan antara kondisi Indonesia dan kondisi negara lain, peluang Indonesia untuk menjadi negara yang diklaim tinggi pada tahun 2045 sangat kecil karena beberapa kondisi dasar pendorong kemajuan ekonomi yang belum dimiliki oleh Indonesia saat ini,” terang LPEM UI.

