Ingin MK Berikan Keadilan yang Substantif, Guru Besar FH UI Ajukan Amicus Curiae
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI) Sulistyowati IriantoGuru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI) Sulistyowati Irianto
Jakarta, Satuju.com - Amicus curiae atau sahabat pengadilan diinisiasi Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI) Sulistyowati Irianto kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk perkara Pemilu 2024. Dalam amicus curiae yang dikhususkan sebagai bahan pertimbangan bagi hakim MK, terdapat 303 orang yang memperkuatnya dari berbagai latar belakang.
Melansir detikcom, hal tersebut disampaikan Sulistyowati Irianto dalam program Satu Meja The Forum Kompas TV, Rabu (3/4/2024).
“Analisis isinya adalah akademik terhadap pasal-pasal yang terkait dengan Pemilu gitu ya, dan kemudian di Indonesia itu kebetulan ada dasar hukum yang bisa dikaitkan misalnya Undang-Undang tentang Kekuasaan Kehakiman Nomor 48 (Tahun) 2009,” ujar Sulistyowati.
“Dikatakan, Hakim dan Hakim Konstitusi wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat,” tuturnya.
Jadi, lanjut Sulistyowati, amicus curiae sebetulnya merupakan abstraksi konseptualisasi dari keresahan masyarakat yang begitu banyak.
“Jadi (kami) ingin agar Hakim Mahkamah Konstitusi itu memberikan keadilan yang sifatnya tidak hanya prosedur formal, keadilan teknis saja, tetapi adalah keadilan substantif karena Mahkamah Konstitusi itu adalah avant-garde, penjaga terdepan dari konstitusi,” jelas Sulistyowati.
“Sehingga seharusnya undang-undang di bawah ini yang tidak sesuai dengan konstitusi, baik soal substansi maupun prosedur formalnya bisa dikesampingkan, agar sungguh-sungguh memberikan putusan yang adil secara substansial dan diharapkan oleh dua ratusan juta pemilih yang mengikuti di TPS kemarin. ”
Tidak hanya Guru Besar FH UI Sulistyowati Irianto yang mengajukan amicus curiae ke MK. Guru Besar FH Universitas Gadjah Mada (UGM) Sigit Priyanto juga melakukan hal yang sama.
“Kita bersama dengan beberapa teman mengajukan amicus curiae juga. Mengapa kita menyusun amicus curiae ini? Karena ini bagian dari evolusi gerakan intelektual kita,” ucap Sigit.
Sigit menuturkan, amicus curiae yang diajukan ke MK tidak tergantung pada siapa yang menang dan kalah dalam Pemilu 2024.
“Yang kita inginkan adalah bagaimana kita mendapatkan referensi hukum dan standar institusi yang berlaku saat ini dan masa depan, ketika kita membangun demokrasi itu, dengan institusi yang berintegritas, kredibel dan berorientasi pada masa depan,” ujar Sigit.
“Hal-hal teknis tentu kami uraikan di dalam amicus curiae itu, dan tentunya kami berharap itu menjadi pertimbangan dan rujukan bagi para hakim di Mahkamah Konstitusi. Kenapa demikian? Karena kita melihat sebenarnya proses ini tidak berdiri sendiri, karena sebelumnya sudah ada Keputusan Mahkamah Konstitusi No 90, itu semua kita tahu menimbulkan kerusakan hukum dan merupakan etika.”

