Banding Vonis Karen Agustiawan di Perkara Korupsi LNG Sudah Diajukan KPK
Karen Agustiawan
Jakarta, Satuju.com - Banding mengenai vonis Karen Agustiawan telah resmi diajukan jaksa penuntut umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Eks Direktur Utama PT Petrosea (Persero) ini terindikasi terlibat dalam kasus korupsi gas alam cair atau gas alam cair (LNG).
Hal ini dikonfirmasi oleh juru bicara KPK Tessa Mahardhika. "Untuk memori banding KA (Karen Agustiawan) sudah masuk ke PN Kamis, 11 Juli 2024," katanya kepada Tempo lewat Whatsapp, Sabtu, 13 Juli 2024.
PN yang dimaksud Tessa merujuk Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Sebelumnya, Tessa mengatakan jaksa penuntut umum atau JPU KPK mengajukan banding soal uang pengganti.
"Sepanjang pengetahuan kami, banding yang diajukan masih terkait uang pengganti yang tidak dikabulkan majelis hakim," kata Tessa pada Jumat, 28 Juni 2024.
Pada 24 Juni 2024, Karen Agustiawan dijatuhi hukuman sembilan tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan dalam kasus korupsi pengadaan LNG. Vonis itu lebih rendah dari tuntutan jaksa.
JPU dalam tuntutannya meminta hakim menjatuhkan pidana 11 tahun penjara, serta denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Jaksa juga menuntut Karen membayar uang pengganti sebesar Rp 1,09 miliar dan US$ 104 ribu subsider 2 tahun penjara.
Hakim juga tak membebankan biaya uang pengganti sebesar US$ 113,84 juta atau sekitar Rp 1,77 triliun kepada Karen, untuk mengembalikan kerugian negara. Hukuman ini justru dibebankan kepada korporasi asal Amerika Serikat, Corpus Christi Liquefaction (CCL).
Putusan hakim yang menyeret CCL ini mempertanyakan ahli hukum. Pakar hukum perdagangan internasional dari Universitas Airlangga, Iman Prihandono, mengatakan tidak mungkin KPK mengeksekusi pengembalian kerugian negara tersebut.
Sebab, Corpus Christi bukanlah pihak yang dirugikan. Kedua, menurutnya, anak perusahaan Cheniere Energy tersebut juga tak memiliki kegiatan operasional di Indonesia. CCL beroperasi di Amerika Serikat, sehingga tidak tunduk pada hukum Indonesia.
Kalaupun KPK menyeret CCL ke meja hijau di Indonesia, menurut Imam, tak akan mudah mengembalikan kerugian negara. Pasalnya, katanya, Indonesia dan Amerika Serikat belum memiliki kerja sama internasional untuk mencegah dan memberantas kejahatan lintas negara atau bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana.
Bahkan dia menilai KPK juga tidak akan bisa mengajukan gugatan ke pengadilan Amerika Serikat jika CCL dinyatakan bersalah oleh pengadilan di Indonesia. "Mengajukan gugatan ke pengadilan AS juga tidak dimungkinkan karena mekanismenya tidak ada," katanya kepada Tempo, Jumat, 28 Juni 2024.

