Skema Pensiun ASN Bakal Dirombak Karena Kas Negara Tertekan
Ilustrasi
Jakarta, Satuju.com - Skema pensiun aparatur sipil negara (ASN) kini kembali mengalami perubahan rencana. Hal ini mengingat skema pensiun yang dianggap bisa menimbulkan beban negara.
Demikian tertuang dalam rencana Reformasi Perlindungan Hari Tua bagi ASN yang ditetapkan dalam dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) edisi pemutakhiran 2025.
Reformasi skema perlindungan hari tua bagi ASN ini akan dilakukan dengan mempertimbangkan amanat Undang-undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN). UU itu mengamanatkan dua substansi penting yang menjadi dasar bagi Pemerintah untuk merancang desain reformasi pensiun bagi pegawai ASN.
Pertama, Pegawai Pemerintah melalui Perjanjian Kerja (PPPK) kini memiliki hak yang sama atas jaminan sosial, sama seperti PNS, diantaranya terhadap jaminan pensiun (JP) dan jaminan hari tua (JHT). Kedua, UU ASN juga secara tegas mengamanatkan pemberian JP dan JHT kepada pegawai ASN yang merupakan bentuk perlindungan kesinambungan penghasilan hari tua, sebagai hak, dan sebagai penghargaan atas pengabdian.
“Pemerintah telah menyadari bahwa terdapat beberapa tantangan dari penyelenggaraan program pensiun bagi PNS yang berjalan saat ini,” dikutip dari dokumen KEM PPKF edisi pemutakhiran 2025, Jumat (19/7/2024).
Selain karena adanya amanat UU ASN, reformasi pensiun itu juga akan dilakukan karena adanya risiko penyelenggaraan program pensiun bagi para abdi negara saat ini. Pertama, manfaat pensiun yang diterima oleh pensiunan PNS relatif masih rendah, dan dalam tren terus berkurang dibandingkan manfaat yang diterima PNS beberapa dekade lalu.
“Kondisi ini tidak lepas dari formula perhitungan iuran maupun manfaat dari skema pensiun saat ini yang berbasis pada gaji pokok dan semakin bertambahnya rasio tunjangan kinerja terhadap total pendapatan PNS,” sebagaimana dikutip dari dokumen KEM PPKF.
Kedua, terdapat keselarasan tingkat penggantian rasio atau RR antar jabatan. RR cenderung lebih rendah untuk tingkat jabatan yang lebih tinggi. Contohnya, pensiunan pejabat Eselon 1A hanya menerima manfaat pensiun kurang dari 10 persen dari penghasilan terakhir.
“Selain perlindungan hari tua yang kurang memadai, rendahnya RR juga ditengarai menjadi salah satu pendorong perilaku koruptif sebagaimana temuan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam kajian pada tahun 2018,” dikutip dari dokumen itu.
Ketiga, pemerintah menyelenggarakan program pensiun saat ini yang mengikuti skema manfaat pasti dengan pembiayaan pay-as-you-go, yaitu manfaat pensiun yang sepenuhnya menjadi beban APBN, berpotensi untuk terus meningkatkan risiko fiskal ke depan seiring dengan tren penuaan populasi. Beban ini diperkirakan akan terus meningkat.
“Memperhatikan berbagai tantangan itu, Pemerintah menyadari bahwa program reformasi pensiun ASN merupakan suatu kebijakan yang bersifat mendesak untuk segera dilaksanakan,” tulis pemerintah dalam dokumen KEM PPKF.

