KPU Dilaporkan ke DKPP Karena Dianggap Langgar Kode Etik dan Tak Hormati Putusan MK

Raden Adnan yang merupakan dosen Ilmu Hukum dan praktisi hukum mengungkapkan bahwa ia telah mengadukan dugaan pelanggaran tersebut ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Jakarta, Satuju.com - Dugaan pelanggaran Kembali dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) usai KPU menerbitkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 8 Tahun 2024 Tentang Pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota dimana telah terjadi pelanggaran etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum. 

Raden Adnan yang merupakan dosen Ilmu Hukum dan praktisi hukum mengungkapkan bahwa ia telah mengadukan dugaan pelanggaran tersebut ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

“KPU dalam hal ini berikut dengan anggotanya sudah melanggar sumpah atau janji sebagai anggota KPU. Dimana KPU seharusnya memenuhi tugas dan kewajiban dengan sebaik-baiknya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dengan berpedoman pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945,” ungkap Raden dalam surat pengaduan tertanggal 23 Juli 2024.

Lebih lanjut lagi, Raden Adnan menjelaskan perihal kode etik yang dilanggar oleh KPU adalah Pasal 7 ayat (1) Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman perilaku Penyelenggaraan Pemilihan Umum. 

Raden Adnan mengungkapkan bahwa dalam Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 2/ PUU-XXI/2023, tertulis perhitungan masa jabatan itu setengah atau lebih bukan hanya sejak pelantikan tetapi juga sejak tanggal pengangkatan atau penunjukan yang bersangkutan sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Daerah.

"Peraturannya sudah jelas namun peraturan ini pada kenyataannya tidak mengindahkan Putusan Mahkamah Konstitusi sebelumnya, yakni putusan Nomor 2 /PUU-XXI/202. Padahal jelas diatur di Undang-Undang Dasar 1945 pada Pasal 24C menyebutkan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bersifat Final dan Mengikat semua pihak serta Lembaga Negara, termasuk Pejabat Publik," ungkap Raden.

Ia menjelaskan bahwa Putusan MK harus dihormati dan dilaksanakan tanpa pengecualian untuk memastikan kepatuhan terhadap hukum dan menjaga kewibawaan lembaga peradilan konstitusi di Indonesia.

“KPU adalah lembaga negara dan Ketua KPU merupakan seorang Pejabat Negara. Lantas kenapa tidak melaksanakan Putusan MK? Jelas di putusan MK penghitungan satu kali masa jabatan adalah masa jabatan yang sudah dijalani. Lalu di Pasal 19 , pada PKPU Nomor 8 Tahun 2024 pada huruf e malah ditulis penghitungan masa jabatan dilakukan sejak pelantikan,” lanjutnya.

KPU disebut Raden Adnan juga telah mengabaikan mitranya Dirjen Otda Kemendagri yang memberi masukan dalam surat bertanggal 14 Mei sehari sebelum rapat di tanggal 15 Mei 2024. 

"Bahwa Plt tidak ada pelantikan. Sehingga PKPU tersebut tidak menghitung satu kali masa jabatan PLT karena tidak ada pelantikan.Tindakan KPU dengan membuat Peraturan ini tentunya tidak sejalan dengan putusan MK dan tidak mengindahkan masukan dari pihak Kemendagri. Akhirnya terjadilah PKPU yang saat ini tidak melaksanakan putusan MK tersebut," kata Raden.

“Oleh karena telah terjadi dugaan pelanggaran seperti yang sudah dijelaskan di atas , maka sebagai Warga Negara saya melihat hal ini tidak bisa kita diamkan begitu saja. Putusan MK berdasarkan Undang-undang Wajib dijalankan. Tapi nyatanya KPU tidak menjalankannya," tandas Raden.