Restorative Justice, Refleksi Keadilan Sebagai Bentuk Keseimbangan Kehidupan Manusia

Opini

Oleh: Dr. Yudi Krismen, S.H,.M.H

Banyak hal yang dilakukan pengacara dalam membela kepentingan hukum kliennya, apakah dapat membebaskan kliennya dari jeratan hukum atau melepaskan kliennya dari jeratan hukum, setidaknya peran pengacara dapat meringankan hukuman kliennya.

Seperti dalam perkara yang pernah saya tangani, terhadap pelanggaran pasal 351 ayat (1) jo 64 KUHPidana yang disangkakan terhadap H. Dawood alias David Tan oleh pihak penyidik unit Jatanras Polresta Pekanbaru, sudah dapat diselesaikan secara damai kedua belah pihak.

Selaku kuasa hukum JM, saya terlebih dahulu mengupayakan jalur mediasi penal atau disebut juga dengan istilah Restorative Justice atau keadilan restorative, korban JM bersedia berdamai dengan H Dawood als David Tan, sudah tentu dipenuhi seluruh kewajiban dari terlapor berupa biaya perobatan dan saguh hati

Sejalan dengan penekanan Kapolri yang menerbitkan surat edaran pada 19 Februari 2021 yang salah satu isinya meminta penyidik memiliki prinsip bahwa hukum pidana merupakan upaya terakhir dalam penegakan hukum dan mengedepankan restorative justice dalam penyelesaian perkara dengan tujuan Polri harus bisa menempatkan diri sebagai institusi yang memberikan rasa keadilan.

Menyitir pendapat I Made Tambir (2019) dalam penelitian berjudul "Pendekatan Restorative Justice dalam Penyelesaian Tindak Pidana di Tingkat Penyidikan", restorative justice merupakan alternatif dalam sistem peradilan pidana dengan mengedepankan pendekatan integral antara pelaku dengan korban dan masyarakat sebagai satu kesatuan untuk mencari solusi serta kembali pada pola hubungan baik dalam masyarakat.

Selanjutnya menurut Pakar hukum pidana Mardjono Reksodiputro, ditulis oleh Jurnal Perempuan (2019), restorative justice adalah sebuah pendekatan yang bertujuan untuk membangun sistem peradilan pidana yang peka tentang masalah korban. Mardjono mengatakan, restorative justice penting dikaitkan dengan korban kejahatan, karena pendekatan ini merupakan bentuk kritik terhadap sistem peradilan pidana di Indonesia saat ini yang cenderung mengarah pada tujuan retributif, yaitu menekankan keadilan pada pembalasan, dan mengabaikan peran korban untuk turut serta menentukan proses perkaranya.

Apresiasi kepada Kanit Jatanras Polresta Pekanbaru dalam penanganan perkara sudah sesuai dengan surat edaran nomor: SE/08/VII/2018 tentang Penerapan Keadilan Restorative (Restorative justice) dalam Penyelesaian perkara Pidana.

Bahwa prinsip keadilan restorative adalah lebih merefleksikan keadilan sebagai bentuk keseimbangan hidup manusia. Jadi model penyelesaian perkara restorative justice adalah upaya mengembalikan keseimbangan tersebut dengan membebani kewajiban terhadap sipelaku dengan kesadaran mengakui kesalahannya, meminta maaf dan mengembalikan  kerusakan dan kerugian korban seperti semula atau setidaknya menyerupai kondisi semula yang dapat memenuhi rasa keadilan korban.

Berdasarkan pengalaman saya menekuni profesi sebagai advokad, Seorang Pengacara dapat dikatakan berhasil apabila bisa menyelesaikan perkara kliennya secara damai diluar pengadilan.