Penjelasan "Angin Duduk" dalam Dunia Medis
Ilustrasi
Jakarta, Satuju.com - Di kalangan masyarakat awam, istilah 'angin duduk' sangatlah umum. Kebanyakan masyarakat awam mengatasinya dengan mengolesi tubuh dengan minyak kayu putih.
Dokter Spesialis Jantung, Dr. Bobby Arfhan Anwar, SpJP (K) mengatakan bahwa 'angin duduk' sebenarnya adalah kondisi medis yang mengarah pada penyakit jantung koroner.
“Sering disebut begitu, meskipun pemahaman mereka (masyarakat) banyak yang salah,” kata Bobby kepada Kompas.com pada Jumat (9/8/2024).
Melalui video di akun media sosialnya, Bobby menjelaskan bahwa 'angin duduk' dalam istilah medis disebut angina pectoris.
“Angina pectoris merupakan istilah untuk keluhan nyeri dada yang disebabkan oleh adanya penyempitan atau penyumbatan di pembuluh darah jantung akibat plak aterosklerosis,” terangnya.
Hal tersebut membuat aliran darah dan oksigen ke jantung menjadi terhambat. Kondisi ini disebut sebagai penyakit jantung koroner.
Seseorang yang mengalami angina pectoris, kata Bobby, akan mengalami gejala berupa nyeri dada kiri atau tengah yang kadang disertai keringat dingin, mual, dan muntah.
Mengutip American Heart Association, angina pectoris biasanya terjadi ketika jantung harus bekerja lebih keras dari biasanya, misalnya untuk melakukan aktivitas fisik berat.
Sementara, nyeri dada umumnya berlangsung singkat sekitar 5 menit atau kurang. Selain itu, gejala penyakit ini mungkin terasa seperti gangguan pencernaan.
“Jika keluhan (gejala) berlangsung lebih dari 20 menit dan terasa semakin berat dari waktu ke waktu, pasien harus segera dibawa ke IGD rumah sakit terdekat,” ujarnya.
Ia menjelaskan, dokter spesialis jantung akan melakukan pemeriksaan detak jantung dan lainnya untuk memastikan apakah itu suatu serangan jantung atau bukan.
“Jika memang sebuah serangan jantung, maka dokter akan memberikan obat-obatan dan tindakan untuk melancarkan aliran darah kembali,” jelasnya.
Masa emas dari penganan serangan jantung adalah kurang dari 12 jam.
Semakin cepat ditangani, maka kemungkinan selamat dan sehat kembali akan semakin besar.
"Keterlambatan penanganan akan berakibat kerusakan otot jantung yang semakin luas, dan kerusakan ini akan meningkatkan risiko komplikasi dan akibat kematian serangan jantung," terangnya.

