Berjumpa Advokat Senior Freddy Simanjuntak SH MH, Pakar Lingkungan Desak KPHP Tahura Minas Enclave Perladangan Rakyat
Advokat Senior Freddy Simanjuntak SH MH, Pakar Lingkungan backgroundPeta/Sketsa Peta perladangan rakyat Desa Plambaian Kota Garo kecamatan Tapung Hilir, Kabupaten Kampar, Riau. (Poto/ist)
Pekanbaru, Satuju.com - Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim (Tahura SSH) merupakan kawasan pelestarian alam yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 348/Kpts-II/1999 tanggal 26 Mei 1999 seluas 6.172 Ha. Kawasan Tahura SSH meliputi 3 kabupaten/kota yaitu Kabupaten Kampar seluas 3.041,81 Ha, Kabupaten Siak seluas 2.323,33 Ha dan Kota Pekanbaru seluas 806,86 Ha.
Ket. Poto: Peta/Sketsa Peta perladangan rakyat Desa Plambaian Kota Garo kecamatan Tapung Hilir, Kabupaten Kampar, Riau.
Selanjutnya berdasarkan Peraturan Gubernur Riau No. 10 tahun 2014 tanggal 17 Januari 2014 ditetapkan Unit Pelaksana Teknis Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Minas-Tahura, sebagai pengelola KPHP Minas-Tahura yang di dalamnya terdapat Tahura SSH Provinsi Riau.
Polemik muncul seketika rakyat yang memiliki lahan atau perladangan di kawasan Tahura Minas di tindak dan proses hukum. Hingga akhirnya Advokat Senior Freddy Simanjuntak SH MH bertemu dengan Pakar Lingkungan Hidup dan Kehutanan Dr.Elviriadi di bilangan Cafe Arifin Ahmad, Senin (23/9/24).
“Ya tadi udah ketemu Pak Doktor Ahli kita ini, kita saat diskusi terkait beberapa hal termasuk Tahura Minas ini,” ucap Freddy Simanjuntak kepada awak media. Selasa (24/9/2024).
Terpisah, Pakar Lingkungan Dr. Elviriadi saat dihubungi mengizinkan pertemuan tersebut.
"Ya UPT KPHP Tahura itu terbentuk tahun berapa? Berawal dari Penunjukan Menhutbun Tahun 1999. Lalu ditindak lanjuti Gubernur Riau Tahun 2014. Sedangkan data lapangan yang saya lihat, perladangan rakyat Kota Garo dan Bencah Kelubi itu sudah sejak 1994 dan 1996. Jadi Tahura Minas itu belum ada, masih di awang awang, rakyat sudah ada disitu berladang. Harus di enclave lah," ujar putra Selatpanjang.
Akademisi yang kerap jadi ahli di pengadilan itu meminta KLHK dan DLHK segera Tata Batas Areal Tahura Minas.
"Kenapa gak segera di Tata Batas gan? Kan sudah sejak 2014, dah 10 tahun lho? Tata Batas itu amanat Pasal 15 UU No.41 tahun 1999. Karena tak ditata batas, kan terbit surat. Lalu pembeli tanah di tarsangka kan dan di meja hijau. Padahal sebelum di tata batas secara jelas, detail dan komprehensif, ditempat yang dapat dilihat publik, tampak sepadan sepadannya, sehingga layak dikukuhkan. Selagi belum dikukuhkan, ya belum boleh menindak rakyat, karena batas Ini Jebakan Batman;" terang alumni UKM Malaysia.
Elviriadi meminta Pemerintah tidak gegabah menindak rakyat pembeli tanah.
"Janganlah gegabah menindak rakyat padahal kerja belum selesai. Kalau kurang personil dan dana bisa minta tambahan anggaran ke APBN dan APBD Riau. Rakyat itu ingin hidup lebih layak dan masa depan cerah, bukan mau merusak hutan. Yang merusak hutan itu korporasi rarusan ribu hektar merobohkan hutan alam tropis di Kab Meranti. Kok ndak ditindak malah dikasi AMDAL bermasalah di KPK RI,” pungkas peneliti cukong yang ikhlas gundul permanen demi Hutan Tahura.

