Jembatan Meraih Cita-Cita: Ilmu Jurnalistik

Drs. Wahyudi El Panggabean, M.H., MT.BNSP

Penulis: Drs. Wahyudi El Panggabean, MH, MT.BNSP

Satuju.com - Era Revolusi Industri 4.0 adalah tahap evolusi industri yang ditandai dengan penggunaan teknologi digital, kecerdasan buatan, dan konektivitas secara luas. 

Era ini juga ditandai dengan perkembangan pesat di dunia IT, seperti: Otomasi, Analisis big data, Teknologi robot, Artificial Intelligence (AI), Internet of Things (IoT). 

Revolusi Industri 4.0 mengubah paradigma industri dengan menggabungkan teknologi digital dan fisik. Hal ini menciptakan sistem produksi yang lebih efisien, fleksibel, dan terhubung. 

Beberapa prinsip rencana dalam Revolusi Industri 4.0, di antaranya: Interoperabilitas atau kesesuaian, Transparansi informasi, Bantuan teknis, Keputusan mandiri. 

 Di Indonesia, perkembangan Revolusi Industri 4.0 dimulai pada tahun 2016. 

Bagi seorang wartawan sebagai pekerja industri pers, era industri 4.0 menjadi semacam pisau bermata dua. 

Di satu sisi, kemudahan-kemudahan pasilitas_ berupa produk teknologi digital_yang ditawarkan era 4.0 harus dimanfaatkan untuk meningkatkan profesionalisme.

Artinya, wartawan sebagai pemburu informasi__ mengolah hasil buruannya, kemudian menyebarkanluaskannya kepada publik melalui berita yang dimuat di media__kinerjanya menjadi praktis.

Namun, di sisi lain, harus diakui, produk teknologi canggih, juga telah memadung kreativitas tugas-tugas jurnalistik dari bidang kemanusiaan.

Dalam tugas meminta konfirmasi contonya. Wartawan cenderung memanfaatkan pasilitas ponsel Android, daripada bertemu langsung dengan narasumber.

Sekalipun cara-cara seperti itu diperbolehkan kode etik, nyatanya wartawan kehilangan kesempatan untuk bertatap muka langsung dalam berkomunikasi saat mengkonfirmasikan suatu masalah. 

Padahal, momen bertemu langsung narasumber bagi seorang wartawan, merupakan pengalaman yang sangat berharga. Terlebih lagi mengenai masalah pelik dan narasumber yang sulit "ditembus".

Manfaat Ilmu Jurnalistik

Kenapa menguasai ilmu jurnalistik, sangat penting? Sebab, perkembangan industri pers nasional yang sangat pesat merupakan peluang kerja yang sangat prospektif.

Kesempatan menjadi wartawan di media-media menstream dan profesional dengan gaji yang menggiur adalah pekerjaan yang menjanjikan.

Untuk itu, memelajari ilmu jurnalistik lebih awal, bisa menjadi sebuah jembatan untuk meraih cita-cita & kesuksesan.

Strategi yang bisa diterapkan, bisa menggunakan metode yang digunakan para wartawan sukses di Riau. 

Bekerja dulu sebagai wartawan, di media daerah baru kemudian bekerja sambil kuliah, setelah meraih gelar sarjana, silakan hijrah ke media lebih profesional dengan gaji lebih besar.

Anda tidak harus bercita-cita menjadi wartawan. Tetapi ilmu jurnalis perlu dikuasai untuk mencapai cita-cita Anda. 

Tugas & Kewenangan Wartawan

Tigas dan fungsi serta kewenangan surat kabar diatur dalam UU Pers No.40 Tahun 1999.

Wartawan adalah orang yang secara teratur menjalankan kegiatan jurnalistik (Pasal 1 Ayat 4).

Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara (Pasal 4 ayat 1).

Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak untuk mencari, memeroleh, menyebarkan gagasan dan informasi (Pasal 4 Ayat 3).

Setiap orang yang melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat merugikan ketentuan Pasal 4 Ayat 2 dan Ayat 3 dilidana penjara 2 tahun atau denda Rp 500 juta.

Semua tugas dan kewenangan wartawan ini, harus dijalankan sesuai Kode Etik Jurnalistik Indonesia (KEJI).

Undang Undang Pers memberi kewenangan kepada wartawan KEJI mengatur tata cara pekerjaan wartawan.

Jika wartawan diibaratkan sebagai senjata, maka KEJI adalah buku petunjuk penggunaan senjata itu.

Artinya, KEJI adalah rangkaian aturan yang menjadi rambu-rambu moral tentang apa yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan seorang wartawan saat bertugas.

Oleh karena itu, agar tugas jurnalistik berjalan sesuai koridor KEJI, seorang jurnalis harus profesional dan memiliki integritas.

Untuk itulah, seseorang yang ingin menjadi wartawan harus lebih dulu mengikuti pendidikan jurnalistik dari trainer/ instruktur yang berkompeten. Seperti pelatihan jurnalistik sekarang ini.