Dugaan Perampasan Kemerdekaan di Kandis: 11 Korban Terjebak Dalam Rumah, Kuasa Hukum Kritik Lambannya Penanganan Polsek

Kasus dugaan pengurungan dan perampasan kemerdekaan di Kandis

Kandis, Riau — Kasus dugaan pengurungan dan perampasan kemerdekaan yang menimpa seorang ibu dan anak-anaknya di Kecamatan Kandis, Kabupaten Siak, kembali menjadi sorotan. Panal Exaudi Silaban, kuasa hukum korban, mengungkapkan bahwa laporan yang telah masuk sejak 10 September 2025 hingga kini belum menunjukkan perkembangan berarti di Polsek Kandis.

Dalam keterangan yang disampaikan kepada Redaksi Satuju.com, Panal menjelaskan bahwa terdapat 11 korban dalam peristiwa ini, terdiri dari perempuan, anak-anak, serta beberapa korban dewasa lainnya. Ia menilai proses penyelidikan berjalan lamban dan belum menemukan kepastian hukum.

Keterangan Resmi Kuasa Hukum

Melalui pernyataan tertulis, Law Offices of Panal Exaudi Silaban & Partners—selaku kuasa hukum Ibu Delfa Lolita Samosir—menegaskan bahwa peristiwa dugaan pengurungan terjadi pada 8–9 September 2025.

Panal menjelaskan bahwa berdasarkan keterangan korban, saksi, foto, serta rekaman CCTV, para korban tidak dapat keluar rumah karena pintu depan dan belakang tergembok dari luar.

“Bahkan kebutuhan makan dan perlengkapan bayi harus diberikan melalui bagian atas bangunan oleh warga yang mencoba membantu,” kata Panal.

Ia juga menyebut adanya dugaan intimidasi serta larangan kepada warga tertentu agar tidak menolong korban. Hal ini, menurutnya, memperkuat dugaan adanya pembatasan kebebasan yang tidak sah dan bertentangan dengan hukum.

Kasus Pidana Murni, Bukan Sengketa Keluarga

Panal menegaskan bahwa perkara ini adalah pidana murni. Tindakan mengunci seseorang hingga tidak dapat keluar masuk rumah dikategorikan sebagai perampasan kemerdekaan, sebagaimana diatur dalam Pasal 333 KUHP.

“Tidak ada alasan pembenar ataupun pemaaf yang dapat menghapus sifat melawan hukum dari tindakan pengurungan,” tegasnya.

Ia menolak anggapan bahwa kasus ini merupakan persoalan keluarga semata, dan menegaskan bahwa mediasi bukanlah solusi yang dapat menghapus tindak pidana yang telah terjadi.

Penanganan Polisi Dinilai Lamban

Kuasa hukum menyoroti bahwa sejak dilaporkan pada 10 September 2025, hingga kini—lebih dari dua bulan berlalu—Polsek Kandis belum menaikkan status perkara ke tahap penyidikan.

Panal menyebut hal ini berpotensi merugikan korban dan memungkinkan hilangnya fakta-fakta penting.

Menurutnya, penyidik seharusnya dapat meningkatkan perkara ke penyidikan apabila telah memenuhi minimal dua alat bukti permulaan yang cukup, sebagaimana diatur KUHAP.

Permintaan Resmi: Polda dan Propam Diminta Turun Tangan

Dalam pernyataannya, kuasa hukum mengajukan beberapa permintaan:

Polsek Kandis diminta segera meningkatkan status perkara ke tahap penyidikan.

Polda Riau diminta melakukan supervisi dan pengawasan agar penanganan berjalan profesional dan tidak memihak.

Propam dan Komnas HAM telah dimintai pengawasan, mengingat kasus melibatkan perempuan dan anak yang rentan mengalami tekanan dan trauma.

“Kami percaya hukum harus berpihak pada korban dan kebenaran, bukan pada kompromi yang menutup-nutupi kejahatan,” ujar Panal.

Kronologi Kejadian

Peristiwa dugaan pengurungan bermula pada 8 September 2025 pukul 05.00 WIB, ketika pintu depan rumah korban diduga digembok dari luar. Hal yang sama terjadi kembali pada sore harinya sekitar pukul 16.00 WIB.

Korban mengaku tidak dapat keluar dari rumah, sementara makanan dan keperluan bayi diberikan dari bagian atas bangunan oleh dua saksi: Bangun Simanjuntak dan Ricson Siahaan. Saksi lain menyebut bahwa pintu belakang juga tergembok menggunakan rantai.

Pada pra-rekonstruksi yang dilakukan kepolisian pada 15 November 2025, ditemukan gembok dan kunci berada di sisi dalam ruangan, meskipun korban menegaskan pintu tersebut sebelumnya tidak pernah digembok karena mekanismenya sulit dibuka.

Selain dugaan pengurungan, korban menyatakan adanya tekanan kepada warga agar tidak memberikan bantuan saat kejadian berlangsung.

Kuasa Hukum Akan Mengawal Hingga Tuntas

Panal Exaudi Silaban memastikan bahwa pihaknya akan terus mengawal proses hukum hingga tuntas dan memastikan tidak ada pihak yang kebal dari pertanggungjawaban hukum.

“Ini adalah delik formil yang sudah voltooid (telah selesai). Tidak boleh ada penundaan tanpa dasar hukum,” tegasnya.

Kasus ini kini menantikan respons lanjutan dari aparat penegak hukum, terutama Polsek Kandis dan Polda Riau, untuk menentukan arah penanganan selanjutnya dalam dugaan perampasan kemerdekaan terhadap 11 korban tersebut.