Fenomena Brain Drain: Diaspora Indonesia Soroti Kasus Ira Puspadewi

Ilustrasi. (poto/net).

Jakarta, Satuju.com - Ruly Achdiat Santabrata, seorang diaspora Indonesia, mengungkapkan rasa keprihatinannya terhadap kondisi profesional dan birokrasi di tanah air, terutama menyusul kasus mantan Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry (Persero), Ira Puspadewi.

Menurut Ruly, meski mencintai Indonesia, banyak profesional muda dan terampil merasa frustrasi dengan realitas yang mereka hadapi. “Lebih dari 55.000 mahasiswa Indonesia menempuh pendidikan di luar negeri pada 2025, dan diaspora Indonesia diperkirakan mencapai 6-9 juta jiwa. Sebagian besar memilih bertahan di luar negeri karena peluang lebih baik,” ujar Ruly.

Ia menyoroti tantangan yang dihadapi para diaspora yang kembali ke tanah air. Banyak yang menemui mentalitas yang lebih menghargai koneksi daripada kompetensi, prosedur birokrasi yang menghambat inisiatif, dan aparat hukum yang cepat mencurigai tindakan berani sebagai indikasi korupsi.

Kasus Ira Puspadewi, yang dijatuhi hukuman 4 tahun 6 bulan penjara pada 20 November 2025, menjadi simbol keprihatinan tersebut. Ruly menekankan, Ira divonis berat meski tanpa bukti memperkaya diri sendiri, dan Ketua Majelis Hakim Sunoto sendiri menyatakan dissenting opinion bahwa tindakan Ira bukanlah korupsi, melainkan keputusan bisnis strategis yang sah.

“Kerja keras, integritas, dan kompetensi tinggi bisa jadi 'bukti' kejahatan di negeri ini. Sementara yang diam di zona nyaman tetap aman,” ujar Ruly. Ia menambahkan, fenomena ini mendorong peningkatan jumlah lulusan terampil yang memilih bekerja di luar negeri, dikarenakan frustrasi terhadap lapangan kerja domestik yang stagnan dan gaji rendah.

Ruly juga menekankan pentingnya reformasi. Ia berharap kasus Ira menjadi pemicu perubahan besar, termasuk reformasi penegakan hukum, birokrasi BUMN yang memberi ruang untuk keputusan berani, dan budaya yang menghormati orang jujur.

“Semoga suatu hari Indonesia menjadi tempat di mana talenta, integritas, dan kerja keras dihargai setinggi langit. Anak-anak terbaik Indonesia tidak perlu lagi pergi untuk dihargai, mereka bisa kembali membangun masa depan bangsa dengan senang hati,” ujar Ruly menutup pernyataannya.