Luluh Lantak Hutan Riau, "Impian Warga Yang Tersapu"

PEKANBARU, Carut-marut regulasi dan kebijakan pemerintah dalam bidang kehutanan yang tidak terintegrasi sejak lama, berakibat terjadinya konflik antara masyarakat dan koorporasi.

Perambahan Hutan membabi buta terus terjadi tanpa kontrol, hutan rusak parah, semua pihak berkelit dan berlomba menyusun narasi sebagai bagian pembenaran atas tindakan tak bermoral. 

Akibatnya, cadangan hutan makin menipis, lahan dikuasai kelompok bermodal besar, upaya yang dilakukan pemerintah terkesan setengah hati, berpihak,bahkan jauh dari rasa keadilan.

Merujuk pada SK. Menhut No. 173/Kpts-II/1986 tentang Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK), luas hutan di Provinsi Riau 8.598.757 hektar. saat ini sebagian besar kawasan hutan tersebut telah berubah fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit.   

Data Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Riau, tahun 2018 luas kebun Sawit  mencapai 2.424.545 hektar, yang dominan dikuasai oleh korporasi, sementara sebagaian kecil merupakan milik masyarakat (petani).

 

      
Pemerintah daerah harus terbuka, jangan ada pmbodohan karena masyarakat sudah lelah, kita harus dukung program pemerintah pusat. Semua unsur harus terlibat, pemerintah daerah, aparat keamanan dan masyarakat. 

kalau kemudian semua Stake Holder mau kerjasama, kita optimis,program yang dicanangkan pemerintah akan berjalan sesuai diharapkan.

Tanah-tanah yang terbengkalai dikelola secara terbuka, lahan yang selama berpuluh tahun dikuasai oleh Korporasi secara melawan hukum harus dikembalikan kepada negara tanpa syarat, pihak keamanan menjamin keberlangsungan orang untuk berusaha, pemerintah daerah melakukan kontrol secara jujur. 

Optimisme harus ditanamkan, maka masyarakat akan hidup sejahtera, kalau sudah sejahtera, kejahatan akan berkurang signifikan, akan lahir orang-orang terdidik.

Masalahnya, selama ini pemerintah seolah enggan melakukan eksekusi terhadap kebijakan atau aturan yang mereka buat sendiri, jangan kita melakukan sesuatu hanya untuk popularitas, bantu masyarakat.

 

Presiden dalam beberapa kesempatan menyampaikan, negara harus hadir ketika rakyat diperlakukan sewenang-wenang, tinggal bagaimana para menteri dan pembantunya mampu mewujudkan program ini di lapangan.

Termasuk staf khusus yang selalu berada disamping Presiden, harus mampu memberi masukan yang positif, tanpa embel-embel kepentingan Partai politik dan kelompok.

Gubernur juga harus berani keluar dari zona nyaman, tanggalkan prinsip "ABS (Asal Bapak Senang)," artinya kalau kepala daerah clear dengan segala tuduhan yang dialamatkan kepadanya, kenapa harus takut! rakyat akan siap berada dibarisan terdepan kalau memang kebijakan itu menukik dan langsung dirasakan masyarakat.

Persoalan lahan di Riau sudah akut, kusut, maka harus diurai dengan hati-hati dan butuh keseriusan, jangan hanya sebatas konsep atau bahasa-bahasa dalam seminar, masyarakat butuh kepastian hukum, regulasi jangan justru membingungkan. 

Bulan Juli 2019, kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, melalui Direktur Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL) mencanangkan program penertiban PTKH (Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan). 

Artinya, pemerintah akan melakukan inventarisasi, evaluasi dan penertiban terhadap lahan-lahan yang dikuasai koorporasi secara melawan hukum. 

TORA (Tanah Objek Reforma Agraria) erat kaitannya dengan program perhutanan sosial yang merupakan program unggulan Presiden Jokowi, target ketahanan pangan secara nasional yang menjadi tujuan pemerintah tentu harus kita dukung.

Sahabat Jokowi-Amin Kota Pekanbaru,salah satu tim relawan Jokowi-Amin pada pilpres 2019, siap mendukung program ini agar segera terwujud, prinsipnya,   kami akan menyuarakan ini sampai ke pusat, karena kita tidak mau ini hanya sebatas program, tetapi harus benar-benar dirasakan masyarakat.*** 

SALAM REDAKSI-BATARA HARAHAP (Ketua Sahabat Jokowi-Amin Kota Pekanbaru)